PWMU.CO– 8 siswa Smamda (SMA Muhammadiyah 2) Surabaya mengikuti kegiatan Bridge Conversation Student Exchange – Victorian Young Leaders: Global Youth Forum (GYF) melalui aplikasi Zoom pada Kamis (4/11/2021).
Ini kegiatan kedua setelah Oktober lalu diikuti 4 siswa. ”Alhamdulillah diizinkan menambah empat siswa lagi, “ ujar Agung Prestyo MPd, guru pendamping Bridge. ”Penambahan siswa ini apresiasi dari Bridge karena siswa Smamda sangat aktif pada kegiatan Pre Global Youth Forum Oktober lalu.”
8 siswa Smamda Surabaya tersebut adalah Aisha Prastyanti Hapsari X MIPA 4, Zaky Amrul Hakim XI MIPA 4, Lucrecia Helene Bark X MIPA 4, Zayyan Hasya Tazakka XI MIPA 3, Sekar Wangi Laila N XI MIPA 4, Maleekha Najla Putri Fairuziffa X MIPA 4, Nabila Wulan Anandini X MIPA 1, dan Nuha Usama Okbah X MIPA 4.
Masing-masing siswa mendapat pengalaman menarik dalam obrolan lintas negara berdurasi tiga setengah jam itu.
Nabila Wulan menceritakan, pukul 7.15 bersama teman-temannya sudah masuk Zoom meskipun acara dimulai pukul 08.00. Para siswa ini disapa oleh host Brendan Hitchens dan Chris Higgins.
Diskusi pertama mulai pukul 08.00, perwakilan Smamda bergabung bersama Melbourne Grammar School dalam breakout room untuk membahas globalisasi serta dampaknya.
Sekar Wangi Laila (XI MIPA 4) siswa lainnya menyampaikan, globalisasi membawa dampak yang buruk dan baik bagi Indonesia. ”Dampak negatif globalisasi seperti budaya yang kian terkikis. Namun, globalisasi juga berdampak positif bagi kami negara berkembang sehingga dapat sektor industri serta pendistribusian,” katanya.
Sesi kedua bergabung dengan Break Room. Topiknya berbagai efek dari globalisasi dan cara menyikapinya. Para siswa Smamda beserta Melbourne Grammar School mengungkapkan berbagai pendapatnya di masing-masing bidang.
Maleekha yang mengupas sisi ekonomi berpendapat, eksploitasi tenaga kerja terjadi pada perusahaan-perusahaan besar. Ini dilema antara membuka lowongan kerja dan eksploitasi.
Sebelum sesi berakhir pukul 08.45, Maleekha melontarkan pertanyaan,”Apakah negara akan menolak pengaruh globalisasi?”
Murid Melbourne Grammar School menjawab, Korea Selatan merupakan salah satu contoh negara yang menolak pengaruh globalisasi.
Global Citizen
Sesi ketiga membahas skenario contoh pegawai tidak dibayar sesuai dengan gaji minimum. ”Itu salah satu bentuk eksplotaisi yang umum terjadi di perusahaan besar,” tutur Maleekha.
Ada lagi skenario apabila punya platform tenar di Tiktok apa yang dimanfaatkan. Di akhir sesi, peserta membuka laman website yang menjelaskan What is Global Citizenship?
Berikutnya siswa Smamda berdiskusi dengan perwakilan dari Academy of Mary Immaculate serta Collingwood College. Tim dari siswa Smamda yaitu, Nabila, Aisha, Dzaky, serta Nuha. Topik bahasan pengaruh globalisasi terhadap diri sendiri, alam, dan budaya.
Nuha mengatakan, globalisasi membawa perkembangan pesat bagi negara Indonesia dalam sektor Industri maupun ekonomi, namun juga ada kerusakan alam.
Nabila memberi contoh budaya hilang karena globalisasi seperti orang Jawa yang tak paham tata cara berbahasa Jawa.
Siswa Academy of Mary Immaculate menceritakan, mereka jadi memahami suku pribumi Aborigin yang lama terkubur dalam sejarah. Kini budaya Aborigin mulai dimunculkan.
”Kami menyadari kesalahan kami karena telah mencegah penduduk Aborigin melestarikan budaya, sekarang kami membantu mereka mengembalikannya,” ujar murid Academy of Mary Immaculate.
Topik berikutnya global citizen. Menjadi seorang global citizen yang baik adalah memiliki keterbukaan terhadap permasalahan yang terjadi di dunia dan memiliki sopan santun dalam menanggapi berbagai macam perbedaan ras, suku, religi, kepercayaan.
Sesi berikutnya diskusi dengan murid Siena College beserta Stowell Secondary College membahas hak istimewa dalam sistem pendidikan yang memberikan keunggulan.
”Di Indonesia, terdapat sekolah favorit terdiri dari sekolah negeri unggulan,” terang Zaky. ”Salah satu hak istimewa yang mereka dapatkan adalah kesempatan besar memasuki univesitas-universitas negeri impian.”
Siswa Siena College menanyakan, apakah ada hak istimewa apabila berperilaku tertentu. Aisha menjawab, ”Dengan banyak prestasi serta mengikuti kegiatan seperti Bridge VYL ini, kesempatan kami masuk melalui jalur undangan menjadi lebih besar karena portofolio kami.”
Ketika berdiskusi dengan sekolah Doncaster SC makin memahami sistem pendidikan Australia ada perbedaan yang mencolok dengan Indonesia.
Di Australia tidak terlalu menilai kemampuan siswa melalui nilai namun dari porsi siswa. Walaupun tetap ada tes yang membandingkan hasil nilai tes. Tapi bukan dikompetisikan seperti UNBK, melainkan sebagai pembanding.
Sesi terakhir, siswa Smamda berdiskusi bersama Templestowe College mengenai cara mereka dapat menanggulangi kekurangan-kekurangan pada sistem pendidikan lokal.
Zaky menjelaskan, di Indonesia sering kali para siswa ditekankan bisa berbagai mata pelajaran dengan jam pembelajaran yang relatif singkat. Tapi kebiasaan kurang bisa mengatur waktu menyebabkan beban pembelajaran dalam waktu singkat membawa dampak bagi kesehatan.
Salah satu murid dari Templestowe College mengatakan, kesehatan mental merupakan permasalahan umum yang sering terjadi dalam kehidupan sekolah. ”Sebaiknya kita semua terus meningkatkan kesadaran kita terhadap topik yang sekira masih tabu di negara kita,” katanya.
8 siswa Smamda menyampaikan, ikut diskusi ini melatih bicara bahasa Inggris yang ternyata lancar dan bisa dipahami lawan bicara.
Mayus, staf Bridge Indonesia, menyampaikan apresiasi kepada semua siswa Smamda. Menurut dia, semua 8 siswa Smamda sudah membaca rundown sehingga diskusi lancar dan konten diskusi berisi. ”Semuanya bagus, siswa Smamda keren, saya bangga,” ujarnya. (*)
Penulis Nabila, Tanti Editor Sugeng Purwanto