PWMU.CO– Ultimatum Sekutu yang ditandatangani Mayjen Eric Carden Robert Mansergh kepada arek Surabaya isinya meminta para pejuang menyerahkan senjata dan mengibarkan bendera putih.
Ultimatum Sekutu itu berupa selebaran dicetak di kertas kemudian disebarkan dari pesawat udara pada tanggal 9 November 1945 pagi. Ditulis dalam bahasa Inggris. Kalimatnya sangat merendahkan bangsa Indonesia. Karena itu ditolak oleh arek Surabaya dan Gubernur Jawa Timur R Suryo. Maka meletuslah Perang Surabaya, 10 November 1945.
Berikut terjemahan ultimatum Sekutu oleh Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh, Komandan Aliansi Angkatan Darat, Jawa Timur.
9 November 1945
Kepada Orang-Orang Indonesia di Surabaya
Pada tanggal 28 Oktober 1945, orang-orang Indonesia di Surabaya dengan khianat dan tanpa sebab tiba-tiba menyerang tentara Inggris yang datang dengan tujuan melucuti tentara Jepang, membawa tawanan perang Sekutu, dan tawanan interniran, serta menjaga ketentraman dan keamanan.
Dalam pertempuran itu beberapa personal Inggris terbunuh dan terluka, beberapa orang hilang. Beberapa tawanan interniran perempuan dan anak-anak dibantai, dan akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby dibunuh dengan keji ketika mencoba melaksanakan usaha gencatan senjata dengan Indonesia yang telah rusak.
Tindak kriminal di atas yang melawan peradaban tidak dapat dibiarkan tanpa hukuman. Kecuali jika perintah-perintah berikut ini diturut dengan tidak ada tentangan sampai paling lambat pukul 6.00 pada 10 November 1945.
Saya memperkuat perintah ini dengan mengerahkan angkatan laut, darat dan udara di bawah komando saya, dan orang-orang Indonesia yang mengabaikan perintah saya, maka mereka yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah yang terjadi.
Ditandatangani
Mayor Jenderal EC Mansergh
Komandan Aliansi Angkatan Darat, Jawa Timur
Perintah
Perintah saya adalah
1. Semua sandera yang ditawan orang-orang Indonesia harus dikembalikan dalam keadaan baik, pada pukul 18.00 tanggal 9 November 1945
2. Semua pemimpin Gerakan Pemuda Indonesia, Kepala Polisi dan Kepala Ofisial Radio Surabaya harus melapor ke Bataviaweg (Jalan Jakarta) pukul 18.00 tanggal 9 November 1945.
Mereka harus mendekat dalam satu barisan dengan membawa senjata apa pun yang dimiliki. Semua senjata itu diletakkan di tanah sejauh 100 meter dari tempat pertemuan.
Setelah itu orang-orang Indonesia harus mendekat dengan tangan di atas kepala dan akan ditahan serta menandatangani surat penyerahan diri tanpa syarat.
3. (a) Semua orang Indonesia yang tak berwenang memegang senjata dan siapapun yang memilikinya harus melaporkan ke pinggir jalan Westerbuitenweg (Jl. Indrapura) pada pukul 18.00 antara rel kereta dan masjid atau di persimpangan Darmo Boulevard dan Coen Boulevard (Jl. Polisi Istimewa) pada pukul 18.00, 9 November 1945 dengan membawa bendera putih dalam satu barisan. Mereka meletakkan senjata dengan cara yang sama seperti dijelaskan pada paragraf di atas. Setelah menyerahkan senjata mereka diizinkan pulang.
Senjata dan peralatan itu diambil alih dan dijaga oleh polisi berseragam dan TKR untuk kemudian diserahkan kepada pasukan Sekutu.
(b) Kewenangan membawa senjata hanya pada polisi berseragam dan TKR.
4. Setelah itu akan ada penggeledahan oleh pasukan Sekutu di kota dan siapa pun yang ditemukan menyimpan senjata api atau menyembunyikannya akan dikenakan hukuman mati.
5. Setiap upaya untuk menyerang atau menganiaya tawanan interniran Sekutu akan dihukum mati.
6. Orang Indonesia perempuan dan anak-anak yang ingin meninggalkan kota dapat melakukannya asalkan berangkat sebelum pukul 19.00, 9 November 1945, hanya menuju Mojokerto atau Sidoarjo lewat jalan darat.
Ditandatangani
Mayor Jenderal EC Mansergh
Komandan Aliansi Angkatan Darat, Jawa Timur
Penulis/Editor Sugeng Purwanto