PWMU.CO – Menjadi ‘orangtua’ seolah proses otomatis bagi pasangan yang sudah menikah dan dikaruniai putra atau putri. Mereka pun lalu berganti status dengan menyandang panggilan Bapak dan Ibu. “Dengan begitu, siapapun bisa mendapatkan predikat sebagai orangtua?” Nyatanya, ungkapan tersebut tidak sesederhana itu dalam realitanya. Karena menjadi orangtua tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Secara naluri, setiap orangtua tahu tugas dan tanggungjawab terpenting yang harus dijalankan dengan baik. Yakni, mendidik anak sesuai dengan tuntunan Islam. Sehingga mampu menjadikan generasi-generasi yang dirindu umat. Bukan malah sebaliknya, menjadikan generasi sampah masyarakat dan menimbulkan keresahan di lingkungan sekitarnya.
(Baca: Cara Nyai Ahmad Dahlan Mendidik Anak dan Tiga Cara Mendidik Anak agar Shaleh)
Untuk bisa mendidik anak dengan baik tidaklah gampang. Tidak semudah memperoleh sebutan Ibu dan Bapak. Terlebih lagi agar anak menjadi sholeh-sholehah. Maka dari itu, agar anak menjadi sholeh-sholehah anak harus dididik sejak masih didalam kandungan. Setelah ia lahir, orangtua juga harus dan wajib menjadi teladan bagi anaknya. Seperti sering shalat jama’ah di masjid, rajin belajar, rajin mengaji, dan lain-lain.
Orangtua tentu sangat menaruh harapan besar anak-anaknya bisa sholeh-sholehah. Karena anak sholeh-sholehah merupakan salah satu jalan bagi para orang tua mendapatkan syurga Allah SWT.
Fakta yang terjadi ada beberapa orang tua yang hanya menuntut anaknya menjadi seperti yang diinginkan, tetapi jauh dari teladan yang mereka lakukan. Misalnya, orang tua menuntut anak sholat di masjid, tetapi orang tua malah sibuk melakukan aktifitas lain di rumah. Ketika menuntut anak belajar, orang tua membunyikan keras-keras dan tertawa di depan TV. Dan ketika menuntut anak rajin mengaji, orang tua bahkan lupa kapan terakhir membuka Al-Qur’an. Fenomena tersebut tidak jarang kita jumpai di lingkungan sekitar kita sendiri yang bahkan sebagian besar para orang tua tidak menyadarinya.
Berlanjut Halaman 2