PWMU.CO – Saran Psikolog Klinis: Variasikan Menu Nutrisi Mental Anak. Dalam Opak Berlian School, saran itu mengemuka.
SD Muhammadiyah 2 GKB Gresik (Berlian School) kembali menggelar Obrolan Parenting Kekinian alias Opak. Seri ke-3 program rutin bidang konseling kali ini menghadirkan tamu spesial untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional.
Psikolog Klinis dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik Chandrania Fastari SPsi MPsi Psikolog hadir di tengah para wali siswa maupun guru yang antusias menyimak secara daring. Para peserta menyimaknya lewat Zoom Cloud Meeting dan Facebook Live, Sabtu (14/11/21) pagi.
Dengan dipandu pembawa acara Zaitun Nailiyah SPsi, Chandrania mengupas tema “Siapkan Anak Sehat di Era Normal Baru”. Dia berharap, wali siswa dapat mengawal tumbuh-kembang kesehatan mental anak dalam kondisi normal yang baru ini.
Sebab, menjaga kesehatan mental adalah kebutuhan penting yang harus dipenuhi agar lebih siap menghadapi kondisi normal baru. Khususnya, dalam menghadapi perubahan di ruang lingkup sosial, masyarakat, maupun kebiasaan pribadi.
Pastikan Kesehatan Mental Anak
Chandrania menjelaskan, sebagian besar anak akan mengelola dengan baik dukungan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Bahkan, jika anak sampai menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau kekhawatiran, seperti sulit tidur atau berkonsentrasi.
Beberapa anak mungkin punya faktor risiko untuk reaksi yang lebih intens, seperti kecemasan parah, depresi, dan perilaku bunuh diri. “Faktor risiko mencakup masalah kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya, pengalaman atau pelecehan traumatis sebelumnya, ketidakstabilan keluarga, atau kehilangan orang yang dicintai,” jelasnya.
Dia mengajak orangtua tidak segan menghubungi profesional jika anak-anak menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan atau salah satu dari gejala-gejala selama lebih dari dua pekan.
Dia pun memaparkan beberapa gejala (tanda) yang harus orangtua waspadai. Pada anak-anak prasekola, gejala biasanya berupa mengisap jempol, mengompol, menempel pada orang tua, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, takut gelap, kemunduran perilaku, dan penarikan diri.
Sedangkan pada anak-anak sekolah dasar, biasanya menunjukkan mudah marah, agresivitas, kemelekatan, mimpi buruk, penghindaran sekolah, konsentrasi yang buruk, dan penarikan diri dari aktivitas maupun temannya.
Variasi Menu Nutrisi Mental
Memasuki fase normal baru, kata Chandrania, banyak aktivitas yang kini mulai bisa dilakukan lagi. Padahal, dalam beberapa waktu terakhir tidak dapat dilakukan akibat pandemi Covid-19.
Meski begitu, harus disertai kehati-hatian. Sebab, bukan berarti dapat dilakukan dengan versi normal yang lalu. “Saat ini makna normal telah menyesuaikan diri dengan kondisi,” tegasnya.
Dia menyatakan, tubuh kita harus memenuhi nutrisi yang baik serta mengimbangi dengan usaha menjaga diri. Misal, dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menerapkan protokol kesehatan lainnya guna saling menjaga. Di sisi lain, perlu ingat pendukung kesehatan tubuh yang juga harus diperhatikan kesehatannya, yaitu mental.
Menurutnya, menghadapi era normal baru menjadi tantangan tersendiri. Maka, butuh mental yang sehat agar dapat bertahan dalam kondisi ini. Terutama, orangtua perlu mengupayakan kesehatan mental diri sendiri dan buah hati.
Alumnus Magister Psikologi Universitas Padjajaran itu mengimbau, “Sebelum menjaga kesehatan mental anak, harus dipastikan mental diri sendiri dalam kondisi sehat!”
Tidak hanya menu makanan yang harus disajikan dengan variatif bagi keluarga, tapi menu nutrisi mental juga demikian. Mengingat, ada beragam cara menciptakan kesehatan mental.
Salah satunya, orangtua harus terus memberi dukungan kepada anak. “Melalui cara-cara yang berbeda, orangtua dapat menunjukkan wujud dukungannya terhadap anak untuk menjaga kestabilan kesehatan mentalnya,” terang dia.
Strategi Siapkan Mental Anak
Chandrania menyatakan, usia sekolah—khususnya jenjang sekolah dasar (SD)—adalah masa emas tumbuh-kembang anak, baik fisik maupun mental. “Pembelajaran bermakna dari pengalaman yang dijumpainya merupakan hal penting untuk mengenalkan konsep sosial, utamanya saat berada di sekolah!” tutur ibu yang tengah mengandung itu.
Di era normal baru ini, menurutnya, sesuatu yang awalnya tidak biasa menjadi biasa atas kondisi tertentu. “Situasi ini bagi sebagian orang adalah biasa karena terbiasa selama pandemi, tapi bagaimana dengan anak-anak?” tanya dia.
Asesor di Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia (AIFI) sejak tahun 2013 itu menuturkan, orangtua dapat memberi dukungan kepada anak untuk mengenali dan mengimplementasikan budaya di era normal baru. Kuncinya ada tiga, yaitu tetap tenang, mau mendengarkan, dan memberi penguatan kepada anak.
Dia lantas memaparkan lima strategi peranan orangtua. “Orangtua dapat menerapkannya untuk mencegah ketidaksiapan anak menghadapi era normal baru,” imbuhnya.
Pertama, menjadi role model (teladan) bagi anak. Kedua, menjelaskan dengan sungguh-sungguh dan konsisten tentang physical distancing. Ketiga, melatih anak-anak untuk dapat menenangkan dirinya. Selain itu, mengajak anak melakukan kegiatan yang menyenangkan.
Terakhir sekaligus terpenting, menjaga rutinitas harian. Dia menekankan ayah bunda yang hadir untuk fokus menerapkan hal ini. Chandrania menyebutkan sebanyak dua kali tentang jaga rutinitas harian. “Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiasaan dan konsistensi adalah faktor penting dalam menyiapkan mental yang stabil dalam beragam kondisi!” jelasnya.
Kasih Sayang Orangtua untuk Kesehatan Mental
Candrania mengingatkan, sudah menjadi naluri bagi anak untuk dekat secara batin dengan orangtuanya. Melalui cara-cara mendekatkan diri yang ditunjukkan kepada anak—baik melalui perhatian, dukungan, maupun tindakan lainnya—tentu berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan kesehatan mental anak.
Penulis novel ‘Kau di Ujung Penaku itu mengatakan, orangtua dapat menunjukkan dan mengungkapkan dengan tulus ekspresi memberi lebih banyak cinta dan kasih sayang kepada anak. “Agar muncul kedekatan dan keterbukaan!” ungkapnya.
Tak kalah penting, anak akan selalu mengenangnya. “Menjadi kenangan yang baik dan boleh jadi direkam sebagai pengalaman berharga untuk kelak ia implementasikan dalam hidupnya,” tambah Chandrania.
Termasuk dalam ranah pergaulan. Chandrania mengajak orangtua tetap tenang. “Tidak perlu cemas! Cukup membangun kepercayaan dan saling kompromi dengan anak, maka anak akan memiliki pertimbangan untuk memilih circle pertemanan yang baik bagi dirinya,” pungkas Chandrania. (*)
Penulis Fatma Hajar Islamiyah Editor Mohammad Nurfatoni