Edukasi investasi saham untuk persyarikatan dan perusahaan-perusahaan milik warga Persyarikatan yang perlu dikuatkan. Patut disayangkan keberadaan investor dalam negeri di Bursa Efek Indonesia sejauh ini hanya sekitar 1 persen. Investor asing yang berjumlah 99 persen selama ini menguasai dan menikmati capital gain, dividen perusahaan yang listing. Hal ini tidak lepas dari edukasi pasar modal yang masih minim di tengah-tengah masyarakat. Juga masih adanya banyak anggapan bahwa Bursa Saham sebagai media investasi resiko tinggi, judi, dan haram.
(Baca juga: Dirikan SPBU Mini, Jihad Ekonomi PC Muhammadiyah Sumberrejo)
Hal yang berlebihan jika masih menganggap bursa saham haram. Sejauh ini Majelis Ulama Indonesia telah menerbitkan 16 fatwa tentang pasar modal mulai dari Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah hingga Nomor 80/DSN-MUI/VI/2011 Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
(Baca juga: SPBU Milik Muhammadiyah Ini Raih Penghargaan The Best Pertalite Outlet)
Dalam fatwa tersebut disebutkan rambu–rambu mengenai aspek apa saja yang haram atau dilarang. Dan aspek apa saja yang halal atau diperbolehkan menurut ketentuan syariat Islam. Umat Islam Indonesia khususnya warga Muhammadiyah sangat berharap kepeloporan ormas Islam Berkemajuan ini dalam memanfaatkan Bursa Efek Indonesia. Fatwa-fatwa Majelis Tarjih diharapkan mampu memperkuat fatwa MUI tentang pasar modal.
Gegap gempita setiap perhelatan milad dan muktamar masa depan sudah waktunya diwarnai dengan acara Public Expose dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara jujur transparan mengevaluasi investasi jamaah. Kerelaan segenap warga dan simpatisan Muhammadiyah mengorbankan hartanya demi agama melalui wasilah Muhammadiyah perlu kebijaksanaan strategis yang bernilai manfaat lebih optimal.
(Baca juga: Dahsyat! Ketika Pengusaha Muhammadiyah Bersinergi untuk Gerakkan Perekonomian Bangsa)
Sudah 500 tahun lebih bangsa ini terlambat masuk pasar modal secara berjamaah sejak “digarap” VOC yang membentuk jamaah modal warga Negara Belanda dan Eropa di Bursa Saham Amsterdam Belanda tahun 1602. Sejauh ini company berstruktur modal seperti VOC semakin banyak di Bursa Efek Indonesia dengan baju berbeda dan beraneka warna sektor usaha.
Bedanya, VOC masa kini lebih humanis, terbuka menempatkan masyarakat NKRI berkesempatan sebagai pemegang saham, bukan inlander atau budak yang dipaksa kerja rodi dan tanam paksa. Kapitalisme perlu diselami untuk diwarnai kemudian dikuasai. Bukan dijauhi dan dimusuhi hingga makin tertinggal dan tenggelam sebagai korban. Berjamaah dalam ekonomi, investasi, dan distribusi sebagai keniscayaan jika ingin besar dan kuat. Berdaulat seutuhnya demi kemaslahatan umat mewujudkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur.
Segenap warga hanya bisa membantu dengan usulan dan doa demi kemajuan Persyarikatan oleh pemikiran dan tangan-tangan dingin para qiyadah. Semoga pimpinan pemegang amanah penentu arah kebijakan Persyarikatan mampu mewujudkan kemajuan demi kemajuan agama, bangsa, dan negara. Wallahualambishshawab – Hasbunallahwani’malwaqiil.
Selamat Tahun Baru 2017. Selamat mengisinya dengan muhasabah diri, keluarga, dan lingkungan. Sambut semangat baru Islam Berkemajuan. Take off mengarungi angkasa Bursa Efek Indonesia. (*)
Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan, pelaku pasar modal, auditor di Kantor Akuntan Publik Erfan & Rakhmawan Surabaya.