Ruang Kosong Aspek Kehidupan
Abdul Mu’ti mengatakan teknologi tidak bisa menggantikan ruang kosong dalam aspek kehidupan. Semisal GPS, kalau sinyal lemah ada gangguang, maka aplikasi ini juga akan error. Kalau hal ini terjadi, maka berubah menjadi GPS, Gunakan Penduduk Setempat, alias bertanya pada masyarakat.
“Teknologi menjadi instrumen. Keberadaan tergantung yang menggunakan. Di sini teknologi juga memiliki keterbatasan. Teknologi dalam perkembangannya menjadi organisme tersendiri,” katanya.
Dia mengungkapkan kehadiran teknologi bisa membantu manusia, di saat lain juga bisa menjadi juragannya manusia. Orang lebih risau kalau HP tertinggal di rumah, bila dibandingkan dompetnya.
Cara Belajar Agama
Prof Mu’ti menegaskan perkembangan teknologi juga bisa mengubah bagaimana orang belajar agama. Kalau ada guru yang mempersulit, maka dia akan ditinggalkan muridnya. Orang cari ustadz yang bagus tinggal mencari di YouTube.
“Belajar agama itu proses individualisasi. Maka, kita harus mampu dan aktif isi dunia online ini dengan konten agama. Lahirlah majelis taklim virtual. Ustadz yang selalu online, maka dia akan popular bila dibandingkan dengan ustadz yang on-off.
Bukan Segalanya
Prof Mu’ti mengatakan teknologi itu penting, tetapi bukan segalanya. Dalam berdakwah, kehadiran secara tatap muka masih sangat penting. Di sisi lain dakwah sebaca`online juga haris kita garap.
“Maka, dalam berbagai hal, dakwah yang dilakukan institusi juga penting dan perlu untuk dilaksanakan dengan cara-cara berbeda,” ungkapnya.
Kita, sambungnya, harus move on dalam cara berdakwah. Konten-konten dakwah secara online harus kita buat, kita lakukan juga. (*)
Penulis Ichwan Arif Editor Mohammad Nurfatoni