Uji Kebenaran Narasi
Keenam, menguji kebenaran. Dia menegaskan sekarang zaman perang narasi. “Setiap menit masuk hasutan, kadang tidak menghasut, tapi tidak benar juga,” terangnya.
“Sebagai masyarakat yang cerdas, tentu bukan membutuhkan narasi emosional. Yang kita perlukan adalah narasi yang benar!” ujar Prof Rhenald.
Ketujuh, manajemen waktu. Ketika rapat online, dia mengimbau agar semua sudah siap. “Rapat yang benar secara online maksimum hanya 40 menit! Kita semua letih dengan teknologi,” ucap dia.
Berdasarkan hasil riset, yang efektif memang 40 menit. Setelah itu, manusia mulai tidak fokus. “Itu sebabnya Zoom menggratiskan 40 menit!” imbuhnya.
Kedelapan, mengatur ritme tidur. Dia mengatakan, sekarang banyak orang tidak bisa tidur secara alami maupun karena memikirkan banyak persoalan.
Profitable atau Benefitable
Kesembilan, mengetahui profit (keuntungan) atau benefit (manfaat) yang didapat. Misal, dalam pembangunan transportasi publik. “Sekarang banyak pengamat yang menjerumuskan pembangunan infrastruktur dan sebagainya ngomongnya untung, untung, untung,” ungkapnya
“Padahal tidak ada satu pun infrastruktur publik di dunia ini yang untung! Mau kereta api, jalan tol, tidak banyak yang untung. Di Indonesia ada yang untung yaitu di sekitar jalur-jalur gemuk,” terangnya.
Jalur gemuk yang dimaksud adalah di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. “Tapi kalau pemerintah membangun semuanya berdasarkan untung, maka ini tidak membangkitkan ekonomi,” jelas dia.
Kalau tidak menguntungkan, kata dia, bisa melihat apakah bermanfaat bagi publik. Dalam organisasi sosial seperti Muhammadiyah, dia yakin tidak seluruhnya mencari kegiatan yang untung. Utamanya, bermanfaat.
Terakhir, stay relevant. Keterampilan membuat hidup, keahlian, ilmu, cara, termasuk ceramah tetap relevan dengan zamannya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni