Posisi Gabungan
Rhenald Kasali menyatakan, posisi kita sekarang berada di gabungan antara yesterday dan tomorrow. “Yang jelas keduanya tidak bisa digabungkan dengan mudah. Perlu kita pisahkan kepemimpinannya. Ini tantangan kita! tegasnya.
Kemudian, ini membentuk narasi hari esok dan narasi hari kemarin.
Kedua narasi itu, kata dia, bukan sekadar narasi. Perlu dibentuk struktur, teknologi, model bisnis, proses, dan orang yang berbeda.
Maka, menurutnya, bagaimana bridging the generation di Muhammadiyah penting sekali. “Karena anak muda ini the story of tomorrow. Mereka punya kekuatan untuk menciptakan hari esok.
Sehingga membentuk mindset yang tidak sama,” terangnya.
Dia menekankan saat ini kita berevolusi. Misal dalam alat pembayaran. Awalnya Cash, lalu lewat bank yang sekarang termasuk story of yesterday. Akhirnya, muncul fintech yang merupakan story of tomorrow.
Yang Harus Muhammadiyah Lakukan
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Rhenald Kasali.
Dia menjelaskan, Marketplace di dunia artifisial tidak berdiri sendiri. Ada e-commerce, alat pembayaran e-wallet, dan logistik yang turut membantu. Ketiganya harus berkolaborasi.
“Mudah-mudahan, kalau Muhammadiyah berkenan bekerja sama dengan PT Pos, saya berkenan nanti untuk mengirim direksi PT Pos untuk berkolaborasi, bagaimana kita bangun bersama-sama!”
Di PT Pos sekarang ada poslog, agen pos, dan beberapa hal baru lainnya. “Karena sekarang semua orang ingin dijemput barangnya. Tidak ingin ke kantor pos. Jadi kami lakukan perbaikan-perbaikan. Mudah-mudahan nanti kita bisa kembangkan ya,” ujarnya.
Dalam hal duniawi (ekonomi), menurut Rhenald Kasali, pertama Muhammadiyah harus memutuskan dimana posisinya berada. “Are you belong to yesterday or tomorrow?”
Dia mengingatkan, penduduk milenial cukup besar. “Adiknya milenial juga sudah mulai masuk dalam dunia kerja. Mereka memiliki daya beli, pandangan, dan preferensi,” papar Rhenald.
Kedua, harus memahami mindset apa yang ada di organisasi Muhammadiyah. “Apakah kita membeli teknologi hanya sekadar kita letakkan saja (sebagai alat) atau kita jadikan sebagai kesatuan transformasi menyeluruh yang mengubah wajah organisasi,” ungkapnya.
Misal, wisuda dan perpustakaan sudah menggunakan virtual reality. Mahasiswa tampil dengan avatar.
Ketiga dan yang terpenting, bagaimana agar tetap relevan. “Tantangan kita adalah bagaimana tetap relevan sepanjang masa!” tegasnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni