Financial dan Trade Power
Kedua, muncul financial power. “Karena kalah secara militer, Inggris membangun the financial power,” terang Rhenald Kasali.
Kemudian, Inggris mendirikan The British Virgin Islands, yaitu pulau yang dimiliki the City of London. “Yang menaruh uang (saham) di sana adalah para koruptor, para diktator dari negara-negara miskin atau terbelakang atau berkembang,” ungkapnya.
Di sana berlaku tax haven, bebas pajak tapi mereka dapat kekuatan garansi. Akibatnya, daerah-daerah yang dikelola seperti itu tidak pernah mengalami krisis keuangan, berbeda dengan negara Indonesia.
“Jadi kalau kita diawasi, mereka kemudian bikin lagi LSM. Tidak boleh korupsi, maksudnya, uangnya disimpan di tempat-tempat itu,” jelas pria kelahiran Jakarta, 13 Agustus 1960.
Dia mencontohkan, meski Singapura hari ini menderita karena pelabuhannya sepi—tidak ada kontainer, kapal sepi—tapi mereka tidak gelisah.
“Setiap kali konglomerat Indonesia berdagang, harga-harga komoditas naik, mereka taruh uangnya di Singapura. Setiap kali ada koruptor, mereka simpannya di Singapura,” imbuhnya.
Ketiga, muncul trade power. Rhenald Kasali mengungkap, perdagangan antarbangsa setelah perang dingin berakhir mengakibatkan tiba-tiba Amerika mengubah China. “Mereka (China) negara komunis beralih menjadi negara yang lambangnya komunis tapi perilaku kapitalis,” jelasnya.
Dengan begitu, ekonomi dan etos kerja China bergerak. “Akhirnya menguasai perdagangan sehingga mendapatkan ekonomi yang lebih baik. Sekarang disebut trade power!” terang Prof Rhenald.
Soft Power
Rhenald Kasali menyatakan, disrupsi digital kemudian melahirkan power yang keempat, yaitu soft power dengan menggunakan hashtag. Ini dijelaskan detail dalam buku yang dia tulis berjudul #MO Mobilisasi dan Orkestrasi.
“Soft power sebenarnya lanjutan dari apa yang sudah dikembangkan sebelumnya menjadi menggunakan hashtag, sebuah movement untuk melakukan mobilisasi dan orkestrasi opini sehingga anda meyakini sesuatu,” terangnya.
Bagi kekuatan ini, lanjut Rhenald, tidak penting siapa yang menang. “Amerika lawan Vietnam tidak penting siapa yang menang!” tegasnya. Saat itu yang menang Vietnam. Kata Rhenald, Orang Vietnam mengatakan, “Kami tidak pernah terkalahkan”.
Sedangkan Amerika ketika kalah membuat film Rambo karena punya Hollywood. “Ini untuk membangun soft power!” ungkap dia.
Baca sambungan di halaman 3: Diagram MO