Aksi 212 Ibarat Reaksi Bom Nuklir oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.
PWMU.CO– Di satu sore tanggal 2/12/1942, di bawah sebuah tenda besar di halaman Universitas Chicago, dimulailah abad nuklir saat Enrico Fermi memimpin sebuah controlled nuclear fission chain reaction.
Bersama Szillard, Compton dan Oppenheimer, Fermi memulai proyek pembuatan bom nuklir the Manhattan Project. Bom itulah yang kemudian dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki lalu Jepang takluk menghadapi Sekutu. Bersama itu pulalah muncul upaya merancang pembangkit-pembangkit listrik bertenaga nuklir di Barat.
74 tahun kemudian terjadi sebuah aksi massa damai di Jakarta yang menuntut agar Gubernur DKI Jakarta waktu itu diadili karena telah terindikasi melakukan penistaan agama Islam. Sebelumnya telah terjadi rangkaian unjuk rasa yang menuntut agar Ahok ditangkap dan diadili.
Aksi 212 pada tanggal 2 Desember 2016 itu sangat fenomenal karena diikuti lebih dari sepuluh juta manusia dari hampir seluruh Indonesia dan bahkan dunia. Mereka ini datang dengan berbagai cara, termasuk berjalan kaki ratusan kilometer. Dipimpin oleh Habib Riziq Shihab, massa aksi berkumpul di sekitar Monas, dilanjutkan dengan doa bersama dan taushiah ulama serta diakhiri dengan shalat Jumat.
Bagaikan reaksi berantai nuklir fisi, aksi membela Islam itu bergulir terus hingga hari ini. Apalagi setelah HRS dan banyak ulama ditangkap dan dipenjarakan dengan alasan yang tidak bisa diterima akal sehat. Pemerintah mengabaikan begitu saja protes tokoh dan ulama serta umat Islam atas maladministrasi publik ini: menggunakan kedaruratan kesehatan untuk membuat berbagai undang-undang lalu menafsirkannya untuk kepentingan kekuasaan, bukan untuk kepentingan publik.
Reaksi berantai umat Islam ini harus bisa dikendalikan agar tetap sehat dan produktif demi perbaikan dan koreksi secara efektif atas berbagai bentuk maladministrasi publik itu. Seperti mengelola PLTN, bila reaksi berantai ini tidak dikelola dengan baik, bisa mengakibatkan kerusakan pada reaktor, lalu terjadi kebocoran atau bahkan ledakan bom yang sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beberapa kelompok tertentu mungkin merencanakan chaos, lalu mengambil keuntungan politik sambil mengambinghitamkan umat Islam. Ini perlu diwaspadai agar umat tidak dijadikan pendorong mobil mogok yang ditinggal begitu saja setelah kendali mereka ambil.
Dianjurkan agar ghirah bela Islam itu disalurkan terdistribusi di daerah-daerah dengan tetap memelihara karakteristik aksi 2 Desember 2016 yang penuh kedamaian, menjaga kebersihan, adab dan akhlakul karimah.
Ini adalah ciri gerakan aksi 212. Bagi bentang alam kepulauan seluas Eropa ini, semangat hidup dengan Islam itu perlu disalurkan secara lebih produktif tersebar ke daerah: memberdayakan keluarga dan masjid agar menjadi pusat-pusat kecerdasan dan kebangkitan ekonomi dan politik umat, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote.
Semangat bela Islam itu perlu diorganisasikan secara terstruktur, sistemik dan masif serta konstitusional dengan visi jangka panjang. Bukan sekadar aksi-aksi jalanan yang bersifat adhoc. Ini memerlukan keberanian, komitmen dan konsistensi serta kesabaran yang memadai.
Perubahan nasib umat Islam merupakan pekerjaan maraton, bukan sprint, secara berjamaah. Konsolidasi dan sinergi menuntut kemampuan berbagi, takes and gives, tepa selira, kerendahhatian.
Kesalahan terbesar mereka yang mengaku diri sebagai mujahid adalah seringkali lebih suka bicara daripada mendengarkan, lalu meremehkan kelompok lain dengan gaya jihad yang berbeda.
Berjihad itu tidak hanya berbicara tentang jihad di grup-grup WhatsApp dan mimbar-mimbar masjid dengan berapi-api dan berteriak Allahu Akbar dalam aksi-aksi jalanan, lalu bentrokan dengan aparat berpeluru karet dan gas air mata.
Berjihad itu bisa berarti bekerja diam-diam membina diri, membina keluarga dan membina masyarakat di sekitar masjid dekat rumah. Berjihad juga bisa berarti bertempur sebagai combatant dengan kelengkapan tempur untuk melawan musuh yang datang dengan AK47, granat dan tank.
Ketahuilah bahwa Gusti Allah mboten sare. Reaksi berantai terkendali bak PLTN itu akan terjadi jika suasananya makin kondusif. Setiap pribadi muslim cukup bekerja keras memantaskan diri di lingkungannya yang paling mampu dikelolanya agar siap lahir dan batin jika waktunya tiba. Percayalah bahwa pertolonganNya itu sudah dekat.
Rosyid College of Arts Gunung Anyar 30/11/2021
Editor Sugeng Purwanto