Protes dari Anak Tulis Gresik
Atas kejadian itu, kepada PWMU.CO, aktivis tuli Gresik yang merupakan sosok pelajar berprestasi (link: klik dań baca di sini) Aisyah Grisseeta Az-Zahra membagikan suara hatinya lewat tulisan surat terbuka untuk Risma, Sabtu (4/12/2021).
Perempuan yang akrab dipanggil Aisyah itu menyatakan, “Saya terlahir tuli sebagai cara Allah menguji orangtua yang melahirkan saya. Saya bersyukur sekali bisa mengenal dunia tuli dengan bahasa isyarat (emoticon love).”
Lewat bahasa isyarat, Aisyah merasa mampu mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya hingga mencapai prestasi. “Saya membuktikan bahwa bisa tahu melukis doodle art profesional, video puisi tentang bahasa isyarat, dan lain-lain. Sehingga saya meraih prestasi banyak hingga nasional,” ungkapnya.
Selain itu, pelajar SLB AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik tersebut menyatakan jadi lebih dapat mengembangkan kemampuannya bersama teman-teman tuli.
Didampingi ayahnya Mohammad Nor Qomari SSi, Aisyah menuliskan beragam alternatif komunikasi yang bisa digunakan teman tuli. “Alhamdulillah sejauh ini saya selalu menggunakan bahasa isyarat, menulis di buku tulis, kertas, dan HP jika saya tidak bicara pakai suara,” urai Aisyah.
Aisyah juga menyatakan nyaman berkomunikasi dengan berbagai cara alternatif itu. Alasannya, “Mereka pasti susah memahami apa yang saya katakan, lebih baik bergerak apa yang saya maksud untuk sampaikan yang ada.”
“Jujur saya kaget mendapat berita sangat tidak pantas tentang Ibu Risma yang memaksa teman tuli harus berbicara pakai suara (emoticon menangis) (emoticon patah hati),” imbuhnya.
Dia kemudian menceritakan, orangtuanya sudah berusaha keras memberikan terapi bicara sejak dia kecil. Tapi hingga kini berusia 16 tahun, Aisyah belum bisa bicara. “Tuli aisyah kanan 120 db dan kiri 110 db,” terangnya.
Aisyah menilai, ulah Risma termasuk audisme. “Selalu ada audisme di kita. S aya tidak akan diam perjuangkan teman-teman tuli, termasuk saya, agar kebutuhan tuli harus dapat!”
Dilansir dari Gerkatinsolo.or.id: “Audisme adalah bentuk perlakuan negatif terhadap tuli. Tuli harus menjadi seperti Orang Dengar semirip mungkin dan bila perlu menghindari berbahasa isyarat.”
Manusia Tempatnya Salah
Sejalan dengan Aisyah, Kepala UPT Layanan Pendidikan—dulunya UPT Resource Center—Anak Berkebutuhan Khusus Dispendik Gresik Innik Hikmatin MPdI menyampaikan komentarnya.
“Bu Risma adalah manusia, tempatnya salah dan khilaf. Mungkin tak terasa apa yang dilakukan beliau kurang benar. Jadi ada yang bisa mengingatkan dengan cara yang halus tanpa ada ketersinggungan.”
Terkait cara Risma mengajak Aldi bicara, kata Innik, seharusnya Risma membuka maskernya. Kemudian mengatakan maksudnya secara perlahan. Dengan begitu, anak tuli bisa membaca gerak bibir.
“Disabilitas rungu tidak paham apa yang disampaikan bila masih bermasker, walaupun sudah pakai alat bantu dengar,” tuturnya, Jumat (3/12/2021).
Baca sambungan di halaman 4: Ini Surat Terbuka Grisseeta Az-Zahra untuk Mensos