PWMU.CO – Digitalisasi bisa jadi pemusnah akhlak jika tak bijak. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Muhammad Arifin MAg.
Dia menyampaikannya saat menjadi pemateri pada Pengajian Ahad Pagi Masjid Al-Manar di Kompleks Perumahan Panji Permai Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Ahad (12/12/2021).
Muhammad Arifin menyampaikan kita ini diberi pendamping hidup, anak serta harta kita hanya sebatas hidup di dunia. Tetapi kita kalau dikasih oleh Allah, kita akan dimuliakan, disanjung dan diistimewakan oleh Allah sampai akhir kehidupan.
“Ada seorang warga India yang kondisinya tidak mempunyai kedua tangan, tetapi hidupnya selalu bermanfaat bagi orang lain. Dia tidak memiliki tangan tetapi pekerjaannya sebagai penulis. Sejauh ini sudah terbit 40 buku yang dia tulis,” ujarnya.
“Di depan istrinya dia suami yang sangat luar biasa. Di depan anak-anaknya sebagai ayah yang sangat luar biasa. Dia tidak menganggap dengan tidak mempuyai tangan adalah kekurangan dalam dirinya. Dia menjadikannya sebuah motivasi yakni mulia disisi manusia, keluarga, termasuk dihadapan Allah,” tambahnya.
Hati-Hati dalam Hidup
Menurutnya tidak ada yang tahu berapa lama hidup di dunia. Dan batas waktunya kita tidak mengetahuinya atau diberitahu oleh Alllah sampai kapan. Karena ini merupakan rahasia Allah.Oleh karena itu kita harus ekstra hati-hati dalam setiap kondisi apapun.
Maka sudah seharusnya kita mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Waja’ala lakumussam’a wal abshaara wal af-idata laallakum tasykuruun. Allah menyampaikan Aku telah menjadikan kepada kalian yaitu indra pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar kalian bersyukur kepadaku.
“Maunya Allah itu manusia diciptakan supaya tunduk kepada-Nya dan tidak lain menyembah kepada-Nya. Tetapi berbeda dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita menginginkan kebebasan dan tidak mau diatur. Katanya mumpung hidup didunia,” ungkapnya.
Kalau kita melihat ayat ini ‘Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa’. Maka dari sini harus mendengar suara dan kalimat tayyibah seperti diadzani, membaca takbir, tahlil ,dan tahmid.
“Intinya adalah bagaimana supaya anak ini begitu masuk di dunia yang didengar adalah kalimat tayyibah tersebut. Jadi anak-anak kita khususnya, harus kita siapkan, bagaimana hidup itu adalah pilihan,” jelasnya.
Diproses dalam rahim dilahirkan oleh Allah. Begitu lahir disitulah ia akan menentukan. Ada yang lahir dan begitu besar sekolah dan belajar. Ada pula yang rajin kumpul-kumpul atau rajin merokok. Satu rajin olahraga dan satunya rajin tawuran. Secara hukum alam satu prestasi satu pidana polisi.
“Dapat disimpulkan anak-anak yang melakukan kegiatan positif akan berprestasi dan menjadi seorang sarjana kedokteran dan menjadi wisudawan terbaik serta orangtuanya bergembira. Sedangkan satunya mati sia-sia akibat dari perilaku atau perbuatan negatifnya dikarenakan narkoba,” terangnya.
Dakwah Gunakan Teknologi
Putra-putri kita, pesannya, harus kita antarkan menuju kehidupan yang lebih baik. Apalagi sekarang kita hidup di era teknologi digital dan hidup di ruang virtual. Apa yang menjadi angan-angan kita sudah ada di depan. Dan kita yang tidak menggunakan teknologi tersebut maka akan ketinggalan.
“Salah satu contohnya dakwah sekarang juga harus menggunakan teknologi. Tetapi jika kita tidak menggunakan teknologi secara bijak maka teknologi tersebut akan menjadi mesin pemusnah akhlak. Digitalisasi bisa jadi pemusnah akhak,” tegasnya.
Dia mengajak untuk melihat pengaruh gadget dalam membentuk karakter masa depan anak. Pengaruh tentu ada dua yakni positif dan negatif. Di sini kita diberi otak dan hati oleh Allah swt supaya bisa membedakan yang baik dan buruk.
“Saya ibaratkan gadget itu seperti pisau. Pisau itu tergantung bagaimana kita menggunakannya. Kalau pisau ini kita gunakan untuk memotong ayam, kambing, kerbau dan sapi, itu dari yang haram menjadi halal. Dari yang dilarang menjadi yang diperintahkan,” paparnya.
Termasuk gadget ini tergantung kita penggunaannya. Oleh karena itu ketika kita menggunakan gadget atau teknologi maka marilah dipastikan informasi yang dicari adalah informasi yang bermanfaat.
“Apa alat ukurnya? Kita pastikan juga saring sebelum share berita yang masuk kepada kita. Kalau beritanya dapat menimbulkan kegelisahan dan kegundahan tidak perlu di bagikan. Tetapi sebaliknya jika berita itu baik maka akan menambah iman dan wawasan kita,” urainya.
“Karena kita diberi kecerdasan oleh Allah secara sunatullah, secara hukum alam pasti bisa membedakan yang baik, benar dan yang salah. Pastikan kita bermedsos itu harus dengan akhlakul karimah,” imbuhnya.
Pola Pikir Menentukan Jati Diri
Orang-orang yang beriman, ujarnya, harus hati-hati terhadap berita-berita yang dibawa orang fasik. Kemudian kenapa informasi yang dicari harus bermanfaat, karena apa yang dilakukan itu dalam pengawasan Allah. Kenapa harus akhlak kita menjadi frame dalam bermedsos (bermedia sosial), karena setiap muslim itu adalah display (pelaku) dari Islam rahmatan lil alamin.
“Kita ini diberi bekal oleh Allah ini yang mahal, yang harus kita rawat yaitu otak. Berjuta-juta sel otak yang berada di dalamnya harus dirawat dengan baik. Karena pola pikir seseorang ditentukan dari pikirannya atau otaknya. Kalau cara berpikir baik maka akan menentukan pola pikir yang baik. Pola pikir menentukan pola tinggkah dan pola tingkah menentukan jati diri yang sesungguhnya,” tuturnya.
Arifin kemudian mencontohkan dua binatang ciptaan Allah yaitu lebah dan lalat. Kalau lebah penghasil madu sedangkan lalat penghasil virus. Kenapa bisa demikian? Karena itu semua dari cara berfikir.
“Ini karena lebah pagi-pagi terbang dan yang dicari adalah bunga-bunga yang harum, indah dan segar. Akhirnya lebah tersebut menghasilkan madu dan bermanfaat bagi sesama. Tetapi yang namanya lalat itu pagi-pagi juga beterbangan dan yang dicari adalah kotoran. Barang yang dicari adalah barang yang busuk atau hina serta akhirnya apa yang didapat pulang membawa kuman atau penyakit,” jelasnya.
“Maka kalau hidup kita ingin menjadi tenang, hidup bermanfaat, maka kita pastikan bahwa pikiran kita senantiasa baik dan selalu berprasangka baik atau husnudzan. Apalagi kepada Allah, jangan sampai berprasangka jelek,” pesannya. (*)
Penulis Pandu Anom Nayaka. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.