Usul Bulan Pengakuan Kedaulatan Indonesia
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutus Amerika, Australia dan Belgia sebagai Komisi Tiga Negara (KTN) dalam pengawasan dan penyelesaian konflik Indonesia-Belanda. Perundingan demi perundingan dilakukan sampai diperolehnya pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Ratu Juliana pada 27 Desember 1949 setelah melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) sejak Agustus 1949.
Kemerdekaan Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949 merupakan hasil kerja keras banyak pihak. Penyerahan kedaulatan bukan hasil kerja militer melalui gerilya saja, peran para diplomat di Den Haag juga di Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak boleh dilupakan, tetapi tanpa tekanan strategi gerilya hasil akhirnya bisa berbeda.
Tidak sia-sia KH Ahmad Dahlan membentuk Kepanduan Hizbul Wathan untuk menanamkan semangat cinta Tanah Air pada generasi muda era kolonial tahun 1920-an.
Jenderal Soedirman sebagai bukti keberhasilan Hizbul Wathan mencetak generasi unggul dan tangguh dalam menjaga serta mempertahankan kedaulatan NKRI dengan aksi nyata. Keberlangsungan NKRI butuh aksi nyata dari seluruh warga negara era milenial, bukan hanya banyak narasi ‘NKRI Harga Mati, Saya Indonesia’ atau ‘Saya Pancasila’ seperti yang marak menjelang pemilu legislatif, pemilihan presiden dan pemilukada.
Setelah 13 Desember ditetapkan sebagai Hari Nusantara berkenaan dengan Deklarasi Juanda 13 Desember 1957, bulan Desember barangkali perlu diusulkan sebagai Bulan Gerilya dan Bulan Pengakuan Kedaulatan Indonesia. Atas peristiwa yang terjadi sepanjang bulan Desember 1948 sampai 1949 semoga menjadi penyemangat dalam menjaga Nusantara dan Kedaulatan Indonesia bagi para generasi sekarang dan yang akan datang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni