Tahu Batas
Siti Moendjijah termasuk kader awal, generasi muda Kauman yang memang dipersiapkan Ahmad Dahlan untuk menjadi mubalighah. Sebagai pendakwah, di antara ucapannya yang layak terus kita ingat-ingat adalah sebagai berikut.
Bahwa, kata Siti Moendjijah, “Perempuan dan lelaki Islam itu masing-masing berhak berkemajuan dan berkesempurnaan”. Adapun, lanjut Siti Moendjijah, “Yang dikata kemajuan dan kesempurnaan itu ialah menurut hak batas-batasnya sendiri-sendiri” (Lasa Hs. dkk., 2014: h.54).
Kenangan di Kongres
Kongres Perempuan Indonesia I diselenggarakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Awalnya, PP Aisyiyah termasuk yang memberikan pemikiran tentang perlunya diselenggarakan pertemuan besar berupa Kongres Perempuan Indonesia. Pesertanya berupa perkumpulan-perkumpulan yang mau dan setuju.
Dalam perjalanannya, terbentuklah panitia Kongres Perempuan Indonesia 1928, yaitu Ismudiati (Wanita Utomo), Sunaryati (Putri Indonesia), Siti Sukaptinah (Jong Islamieten Bond), Nyi Hadjar Dewantoro (Wanita Taman Siswa), R.A. Soekonto (Wanita Utomo), Siti Munjiyah (Aisyiyah), R.A. Harjadiningrat (Wanita Katholik), Suyatin (Putri Indonesia), Siti Hayinah (Aisyiyah), B. Muryati (Jong Java Meisjeskring)
Siti Moendjijah adalah salah satu Wakil Ketua Kongres Perempuan I pada 1928 itu. Dia turut dijadwal sebagai pemateri. Pidatonya di kongres tersebut yang berjudul “Derajat Perempuan”, kemudian memunculkan diskusi yang serius. Diskusi hangat terpantik, khususnya ketika Siti Moendjijah menyinggung soal persamaan derajat antara perempuan dan laki-laki. Juga, bahasan dia bicara soal poligami.
Keputusan Kongres
- Mendirikan federasi bersama, Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI);
- Menerbitkan surat kabar yang redaksinya dipercayakan kepada Pengurus PPPI (kemudian, anggota-anggota redaksi ditetapkan, yaitu: Nyi Hadjar Dewantara, Hayinah, Ny. Ali Sastraamidjaja, Ismudiyati, Budiah, dan Sunaryati).
- Mendirikan semacam Lembaga Pemberi Beasiswa, yang akan menolong gadis-gadis tidak mampu.
- Memperkuat pendidikan kepanduan putri.
- Mencegah perkawinan anak-anak.
- Mengirimkan mosi kepada pemerintah agar: a). Secepatnya diadakan dana bagi janda dan anak-anak. b). Tunjangan bersifat pensiun jangan dicabut. c).Sekolah-sekolah putri diperbanyak.
- Mengirimkan mosi kepada Dewan Agama agar tiap talak diikutkan secara tertulis sesuai peraturan agama.
Warna di Aisyiyah
Siti Moendjijah wafat pada tahun 1995, dalam usia 99 tahun. Atas kepergiannya banyak yang berduka. Betapapun, kiprah Siti Moendjijah di Aisyiyah cukup memberi corak tersendiri. Saat almarhumah aktif di Aisyiyah, organisasi itu dikenal memiliki tradisi menghargai perbedaan. Hal itu, antara lain, terpupuk lewat performa keseharian Siti Moendjijah sendiri.
Sekali lagi kita kenang teladan almarhumah. Bahwa di setiap kesempatan dia berbicara di kalangan luas termasuk lintas agama, selalu disampaikannya dengan santun tanpa menyinggung perbedaan keyakinan. Kesempatan yang seperti ini sering terjadi, sebab jika Aisyiyah diundang oleh organisasi lain maka Siti Moendjijah sering yang mewakilinya.
Baca sambungan di halaman 3: Siti Hajinah: Pejuang Tiga Zaman