Hadirkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin
Pendirian ini, lanjut Haedar, memiliki makna internasionalisasi Muhammadiyah yang punya peran untuk jangka panjang, serta ingin menghadirkan Islam yang rahmatan lil ‘aalamiin.
“Dan itu diterjemahkan dalam program mencerdaskan kehidupan antar bangsa sekaligus menghadirkan Islam sebagai din at-tanwir (agama pencerahan) yang membangun perdamaian, sekaligus juga membangun peradaban luhur dalam keragaman multikultural,” paparnya.
Poin penting dari yang dilakukan Muhammadiyah dalam konteks global itu, tutur Haedar, bahwa Muhammadiyah ingin terlibat dalam perdamaian dan usaha menciptakan tatanan dunia yang lebih menyatu satu sama lain di tengah konflik regional.
“Kedua, kita juga menghadapi di mana hubungan Islam dan barat itu mengalami fase yang tidak mudah. Pada era awal, isunya adalah Islam versus Barat, kemudian masuk fase baru Islam dan Barat, setelah itu era baru lagi Islam di Barat yang kemudian disebut kehadiran Islam di setiap kawasan yang punya karakter kebarat-baratan,” katanya.
Di tengah pergeseran itulah, lanjutnya, Muhammadiyah masuk lewat lembaga pendidikan untuk mengintegrasikan kehadiran Islam di negara di mana Islam itu ada dengan pemahaman budaya tanpa kita tercerabut kebudayaan itu.
“Artinya, bahwa jika kita ingin menghadirkan perdamaian, tidak cukup perdamaian itu tanpa kita membangun peradaban,” tandasnya.
Poin kedua, menurutnya, relasi Islam dan barat harus memasuki fase baru yang bersifat integratif dengan tetap merawat multikultural satu sama lain.
“Ketiga, kita menghadapi era islamophobia atau radikalisme global yang hadir karena reaksi bias terhadap berbagai macam proses interaksi antar bangsa dengan berlatar belakang agama yang berbeda,” paparnya.
Baca sambungan di halaman 3: Bentuk Moderasi Secara Nyata dan Inklusif