Tempat Ibadah sebagai Public Service oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar
PWMU.CO– Di mana saya bisa dapatkan ada tempat ibadah seperti gereja buat numpang pipis atau rehat sebentar sekadar air putih atau senyum tipis di kulum meski basa basi.
Berbeda dengan masjid yang terus berbenah menjadi public service, gereja malah sebaliknya, pagarnya makin tinggi dan pintunya digembok rapat. Hal paradoks saya bilang.
Sementara masjid terus berbenah menjadi terbuka, ramah anak, friendly dan terbuka selama 24 jam melayani bukan saja untuk ibadah fardhu bahkan terus meluas hingga urusan paling krusial : pipis berikut mandi. Air putih, teh hangat, ngopi bahkan ruang rehat.
Tidak ada barang hilang di masjid, semua menjadi sedekah. Nabi saw mendoakan tidak bertemu kepada yang mencari barang hilang di masjid dan mendoakan bangkrut bagi sesiapa yang berjual beli di masjid. Masjid menjadi ruang terbuka, public service melayani siapapun tanpa kecuali.
Jadi siapa yang eksklusif. Siapa yang menutup diri dan menjauh dari realitas kehidupan. Semakin tinggi pagar ditanam semakin rapat gembok dikunci semakin tinggi pula rasa penasaran untuk merusak.
Dengan alasan keamanan pengurus gereja makin eksklusif menjauh dari ramai. Berlindung di bawah ketiak radikal ekstrem menjadi pembenar untuk tidak bercampur dengan khalayak mayoritas, lantas meminta banyak perlindungan dan keistimewaan. Jika terus demikian gampang ditebak apa yang bakal terjadi.
Radikal ekstrem hanya pembenar untuk menagih banyak hal. Dan ini merusak tatanan stabilitas, merusak harmoni, melahirkan banyak kecemburuan. Toleransi hanya gincu pemanis. Moderasi hanya ilusi sebab, gereja tak pernah paham dan hanya menagih kenyamanan sambil menabung kecurigaan sesama pemeluk agama. Sungguh menggemaskan.
Jadi urusan keamanan kita semua sama. Masjidpun tak luput dari tindak kriminal: mulai dari sandal ketukar, kotak amal hilang hingga imam masjiid ditusuk. Tapi tidak menjadi alasan untuk menggembok rapat pintu dan jendela masjid kemudian menjauhi dan mencurigai yang tidak dikenal.
Siapa pelayan Tuhan ?
Siapa menjaga rumah Tuhan ?
Perlukah rumah Tuhan dijaga ?
Jadi perlukah rumah Tuhan dipagar dan digembok rapat karena alasan keamanan ?
Ahhh .. .. yang bener saja —— beragama kok cemen. (*)