Trend Outsourcing di Instasi Pemerintah
Sejak tahun 2003 pemerintah yang saat itu dipimpin Presiden Megawati bersama DPR mengizinkan sistem outsorching atau atau alih daya dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Sejak saat itu pengangkatan pegawai tetap baik di BUMN atau swasta menjadi sangat sulit.
Yang membuat miris adalah trend outsourching juga melanda instansi pemerintah termasuk dunia pendidikan dengan banyaknya status pegawai honorer pada instansi pemerintah dan guru-guru honorer sekolah-sekolah.
Status honorer sebenarnya sudah ada dan biasa sejak dahulu kala, yang membedakan adalah ketidakjelasan pengangkatan dengan alasan faktor anggaran, sebuah alasan yang seperti tidak pernah serius untuk dituntaskan.
Untuk guru-guru honorer, Mas Menteri memberi “angin surga” melaui program ASN PPPK. Adanya frasa kata “dengan perjanjian kerja’ menimbulkan tanda tanya apakah sama dengan program alih daya? Pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek telah melakukan alih daya pada proses pendidikan serta pelatihan guru-guru yang hendak direkrut menjadi ASN PPPK.
Pasalnya yang direkrut sebagai ASN PPPK adalah guru-guru honorer dan swasta, guru-guru yang telah matang serta berpengalaman mengajar, pemerintah telah berhemat dalam melatih serta menggembleng guru-guru honorer dan swasta yang selama menjadi honorer dibiayai oleh swasta, yayasan dan donatur-donatur.
Sangat bijaksana sekiranya tenaga pendidik yang telah berstatus ASN PPPK tetap mengajar di tempat asalnya baik negeri maupun swasta sebagai honorer. Pemerintah dan swasta termasuk Muhammadiyah adalah mitra pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tidak selayaknya guru-guru di sekolah-sekolah swasta “dibajak” begitu saja untuk memperkuat sekolah negeri tanpa kompensasi yang memadai bagi sekolah-sekolah yang telah merekrut, mendidik, melatih guru-guru muda menjadi guru yang matang dan tangguh.
Program ASN PPPK akankah seperti PKWT, outsourching atau alih daya? Tenaga kerja tanpa jenjang karir yang jelas, tanpa tunjangan memadai termasuk kesempatan mendapat hak uang pensiun.
Menjadi tanggung jawab pemerintah dan DPR, juga DPD, meluruskan jika ada potensi masalah besar dari program menteri sebagai subordinasi pemerintah. Taruhannya adalah kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia masa depan bangsa. Wallahualambishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni