Kolom oleh Prof Syafiq A Mughni MA PhD *)
PWMU.CO – Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912 oleh seorang kyai bernama Ahmad Dahlan. Tokoh-tokoh Muhammadiyah pada periode awal, baik di pusat maupun daerah juga adalah kyai. Secara berturut-turut Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh kyai, sejak Ahmad Dahlan sampai Azhar Basyir, yang wafat tahun 1994.
Ada kesan yang semakin kuat, menurunnya jumlah kyai apabila dilihat dalam kepemimpinan organisasi maupun pengelolaan amal usaha, seperti perguruan tinggi, sekolah dasar dan menengah, rumah sakit, dan panti sosial.
(Baca: Akankah Muhammadiyah Jadi Sisifus? dan Risalah Prof Syafiq Mughni: Kisah Teladan Nur Muhammad)
Kecilnya jumlah kyai dalam Muhammadiyah disebabkan oleh tiga hal. Pertama, Muhammadiyah tidak memiliki banyak pesantren tradisional. Sebagaimana diketahui bahwa pesantren tradisional merupakan lembaga pendidikan yang secara intensif mengajarkan kitab-kitab ‘kuning’, dan sekaligus mengajarkan ilmu-ilmu alat untuk bisa menguasai kitab tersebut. Penguasaan terhadap kitab kuning merupakan faktor penting dalam diri seorang kyai.
Pesantren-pesantren modern yang dimiliki Muhammadiyah secara umum menekankan penguasaan ilmu-ilmu agama yang aplikatif tanpa menjadikan kitab ‘kuning’ sebagai rujukan utama. Pesantren tradisional juga merupakan tempat di mana kyai memiliki akar yang sangat kokoh.
(baca juga: Syafiq: Di Turki, Subuh pun Serasa Jumatan dan Syafiq Mughni: Kunci Jadi Pemimpin Itu Amanah)
Kedua, kyai lebih mudah tumbuh dalam masyarakat tradisional. Dalam masyarakat tersebut, kedudukan seseorang lebih ditentukan sejak lahir (ascribed status). Seseorang yang berdarah ‘hijau’ (keturunan kyai) punya kesempatan lebih besar untuk menjadi kyai dibanding orang lain.
Sebaliknya, dalam masyarakat modern kedudukan seseorang ditentukan oleh prestasinya (achieved status). Dalam masyarakat ini, seorang keturunan darah ‘hijau’ punya kesempatan yang sama dengan keturunan darah ‘merah’ untuk memperoleh kedudukan terhormat.
(Baca juga: Syafiq Mughni: Kenapa Umat Islam Indonesia Tak Semuanya Muhammadiyah? Ternyata Inilah Penyebabnya)
Dengan demikian, modernitas yang selama ini menjadi ciri pemikiran dan sikap sosial Muhammadiyah telah membuat ladang yang gersang bagi tumbuhnya kyai. Baca sambungan di halaman 2: “Ketiga, modernitas …..