PWMU.CO– Kisah sahabat Nabi Muhammad saw dikupas dalam pengajian PRM Lidah Kulon PCM Lakarsantri Surabaya, Kamis (20/1/2022). Hadir sebagai narasumber Ustadz Drs Katimin.
Hadits pertama yang dikupas berbunyi barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakan tamumu.
Berkenaan dengan hadits itu, kata Katimin, dahulu di zaman Nabi saw, seseorang apabila bertamu dan tuan rumah tidak menjamunya maka orang tersebut berkoar-koar kalau si Fulan tidak menjamunya.
Mendengar itu maka Nabi menyampaikan hadits itu kepada para sahabatnya. ”Ini menunjukkan betapa pentingnya perintah Nabi untuk menjamu tamu,” kata Ustadz Katimin.
Setelah itu diceritakan kisah sahabat Nabi bernama Abu Darda. Setelah masuk Islam, dia sering menjalankan puasa di siang hari dan shalat di malam hari.
”Suatu hari sahabatnya Salman al-Farisi berkunjung ke rumah Abu Darda. Dia ditemui istrinya, Ummu Darda sedangkan Abu Darda berada di kebun kurmanya,” tutur Ustadz Katimin.
Salman terkejut melihat penampilan Ummu Darda yang awut-awutan, kata Ustadz Katimin. Padahal dahulu dia wanita rupawan. Ummu Darda bercerita, semenjak masuk Islam, Abu Darda sibuk beribadah tak memperhatikan istrinya lagi. ”Siang puasa, malam untuk shalat tidak berhenti, sehingga sudah tidak butuh istrinya lagi,” katanya.
Ketika Abu Darda pulang bergembiralah dia dikunjungi Salman. Lalu dia menjamu sahabatnya itu dengan roti. Karena Abu Darda berpuasa, dia tak ikut makan. Melihat itu Salman marah. Dia menyuruh membatalkan puasanya. Menurut dia, tidak layak menyuguhkan hidangan kepada tamu, sedang dirinya tidak mau makan karena berpuasa.
Memasuki malam, Salman juga marah ketika Abu Darda ingin shalat malam sebelum sampai sepertiga malam. Salman menasihati Abu Darda. ”Badanmu punya hak, matamu punya hak, dan istrimu juga punya hak. Maka penuhilah hak-haknya.”
Karena Salman lebih senior, Abu Darda tidak membantahnya. Kemudian perilaku Abu Darda itu disampaikan kepada Rasulullah. ”Salman kamu benar,” jawab Nabi.
Sejak saat itu Abu Darda bersumpah melakukan ibadah yang ada dalilnya. Mulailah dia rajin mencari ilmu sebagai dasar melakukan ibadah. Saking banyaknya ilmu yang didapat, akhirnya dia sering menjadi rujukan hadits-hadits Nabi.
Belajar Ilmu Sihir
Masalah lain yang diulas adalah sihir. Menurut Ustadz Katimin ada beberapa ulama yang meyakini ada. Namun ada juga yang meyakini tidak ada.
”Suatu kejadian yang ada itu biasa, namun terjadi tepat di saatnya. Sehingga dianggap ilmu pengetahuan biasa. Layaknya Nabi Musa ketika memecah Laut Merah dengan tongkatnya ada yang menafsirkan laut tidak terbelah, tapi surut. Lalu ada yang menganggap ilmu atau teknik tipuan yang bisa dipelajari. Lalu bolehkah kita umat Islam belajar ilmu sihir?”
Ternyata, kata Ustadz Katimin, ada hadits yang melarang belajar ilmu sihir. ”Jauhi tujuh hal,” kataUstadz Katimin menirukan hadits Nabi saw. ”Syirik, sihir, riba, membunuh, makan harta anak yatim, lari dari perang, dan menuduh wanita baik melakukan zina.”
Menurut dia, ilmu sihir konon berasal dari bangsa Yahudi. Praktik kesyirikan. Kedudukan sihir nomor dua di bawah syirik. Karena sihir bisa menyesatkan. Sesuai hadits sebaiknya dihindari. (*)
Penulis Ahmad Suwandi Editor Sugeng Purwanto