Hidupkan FSM
Ahmad Yusak, mengatakan, Majelis Tabligh tidak bisa masuk pada ranah pegawai, karena mereka adalah ‘milik’ Majelis Dikdasmen. “Hanya saja, kami yang punya materi kajiannya,” lanjut pegiat pengajian di PCM Krian itu.
Maka malam itu dibahas teknis pelaksanaan kajian bagi karyawan AUM, mengingat jadwal kegiatan dari masing-masing AUM tidak sama. Pada awal terbentuknya FSM kajian berjalan lancar. Tetapi lambat laun mengalami kendala, sehingga tidak dapat berjalan dengan mulus.
“Penyebab macetnya kajian ini dikarena perbedaan agenda di masing-masing amal usaha. Untuk itu pada forum ini kami mohon solusi terbaik,” ungkap Yusak.
FSM (Forum Silaturahmi Muhammadiyah) adalah media komunikasi yang beranggotakan guru dan karyawan AUM di lingkungan PCM Krian.
“Untuk memudahkan koordinasi Majelis Tabligh, sebaiknya kepengurusan FSM ini diperjelas, karena sudah cukup lama keberadaannya tidak berfungsi,” usul Basirun.
“Begini saja, sebelum kepengurusan dibentuk lagi, bagaimana kalau kajian kita awali dulu sambil mempersiapkan kepengurusan yang baru,” Setyo Bekti menimpali.
Rupanya usulan ini diamini oleh peserta rapat yang lain. Untuk mengawali kajian ini disepakati akan mengundang pimpinan AUM dan kaur/waka Ismuba dalam rangka koordinasi yang rencananya akan dilaksanakan pada pekan depan bertampat di kantor Sekretariat PCM Krian.
Selain membahas rencana kajian FSM, rapat juga membahas kelanjutan pengajian pimpinan bersama Pimpimanan Ranting Muhammadiyah (PRM) se-Cabang Krian yang lama ‘libur’ karena pandemi.
“Larena saat ini sudah aman, maka agenda pengajian pimpinan segera dimulai pada Ahad pertama bulan Februari 2020 bertempat di Sekretariat Mukri. Selanjutnya tempat pengajian akan berpindah di setiap PRM se-wilayah Krian,” kata Setyo Bekti.
Sebagai informasi, AUM yang dimiliki Mukri adalah SD Muhammasiyah 1 Krian (Sakri), SD Muhammadiyah 2 Krian (Mukrida), SMP Muhammadiyah 6 Krian (Smpmekakrian), dan SMK Pemuda (Smedaka), Toko Surya, dan Poliklinik Siti Aisyah. Jumlah guru dan karyawan dari enam AUM ini lebih dari 150 orang. Karyawan tersebut mayoritas dari kalangan non-Muhammadiayah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni