Wakaf produktif bukan wacana kemarin sore dan cerita dongeng sejarah belaka. Wakaf produktif sebagai khazanah Islam yang telah dilakukan sejak 1.400 tahun yang lalu dan abadi hingga kini. Keberadaan aset wakaf yang notabene selalu menjadi kartu mati untuk dijaminkan ke bank, diperlukan strategi dalam mendatangkan cash flow pengembangan. Misalnya mengonversi aset wakaf sebagai saham mayoritas pengendali milik Persyarikatan.
[Baca juga: Disaksikan Ketua Umum PP Aisyiyah, Keluarga Almarhumah Aisyah Serahkan Wakaf Tanah dan Bangunan untuk Muhammadiyah]
Dari konversi tersebut selanjutnya dilakukan stock split (pemecahan) atau pemecahan dalam nilai satuan yang kecil dan likuid untuk menarik dana umat. Sebagaimana pernah saya tulis tentang PT Saratoga dengan nilai Rp 19,022 trilyun yang mampu menjual sahamnya dengan harga yang sangat terjangkau yaitu Rp 3.460/lembar atau Rp 346.000/lot (100 lembar). [Tulisan yang dimaksud, baca: Holding Surya Mart Belum Terlambat, Berharap Muhammadiyah Lebih Serius]
Dengan demikian diharapkan mampu menarik muwakif-muwakif modal cekak yang punya ghirah wakaf dalam satuan-satuan nilai yang kecil. Muwakif diberikan pilihan untuk memperkuat porsi saham mayoritas Persyarikatan atau porsi saham umat minoritas. Evaluasi terhadap perkembangan wakaf produktif dilakukan bersama secara terbuka dan profesional antara pemegang saham mayoritas pengendali dan umat pemilik porsi saham minoritas.
Sepertinya PCM Cileungsi dan LAZISMU tidak bisa dibiarkan bekerja sendiri. Dibutuhkan sinergi antarpihak sebagai muwakif pemikiran dan muwakif pendanaan demi mewujudkan waqaf produktif berkemajuan. Ibarat mempersiapkan sebuah penawaran saham perdana, diperlukan sebuah prospectus pengembangan aset waqaf tersebut untuk meyakinkan calon pesaham atau muwakif-muwakif.
[Baca juga: Menunggu Jamaah Muhammadiyah di Bursa Efek Indonesia]
Meyakinkan calon pesaham atau muwakif akan lebih indah dengan penyajian prospectus yang profesional dibandingkan dengan sekedar menjanjikan pahala wakaf. Pahala, dengan ijin Allah SWT, sudah terjamin adanya bagi muwakif yang ikhlas beramal. Pertanggungjawaban dalam bermuamalah antar sesama manusia diperlukan perangkat akuntabilitas yang professional.
Bukan eranya lagi membungkus malpraktik akuntabilitas dengan kata-kata ikhlas, tuntutan transparansi dana umat dianggap suudzan dan sebagainya. Transparansi, akuntabilitas, praktik manajemen yang sehat sebagai wasilah tabayun mewujudkan kebaikan-kebaikan yang berkelanjutan dan berkemajuan.
Semoga rencana menjadikan wakaf Cileungsi sebagai waqaf produktif terlaksana sesuai rencana dengan tata kelola yang amanah profesional sebagaimana wakaf Khalifah Usman bin Affan sejak 1.400 tahun yang lalu. Diperlukan pencerahan berkelanjutan dalam memanfaatkan wakaf produktif dalam semangat Islam Berkemajuan. Alhaqqu mirrabbika falaatakunanna minal mumtariin. (*)
Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah Lamongan, pelaku Pasar Modal, auditor di Kantor Akuntan Publik Erfan & Rakhmawan, Surabaya