Kegiatan Sekolah Penggerak
Ainul melanjutkan dengan menjelaskan kegiatan sekolah penggerak. Di antaranya diklat komite pembelajar yang terdiri dari pengawas pembina, klepala sekolah, dan perwakilan guru mata pelajaran kelas X.
Lalu ada IHT guru mapel Kelas X, pendampingan dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(P4TK) PKn dan IPS. Kemudian ada penyusunan KOS (kurikulum operasional sekolah) yang terdiri dari penyusunan modul ajar, pelaksanaan PBM dan asesmen.
“Yang terakhir adalah pendampingan oleh pelatih ahli yaitu coaching clinic kepala sekolah, koordinasi PMO (Program Management Office) lokakarya, dan mengikuti forum pemangku kepentingan.
Selanjutnya Ainul menjelaskan tentang hal-hal baru dalam sekolah penggerak. Yaitu, capaian pembelajaran, penyusunan tujuan pembelajaran, dan alur tujuan pembelajaran, tidak adanya peminatan pada kelas X SMA, peminatan kelas XI berdasarkan kelompok mata p[elajaran, dan pembelajaran paradigma baru yaitu pembelajaran terdiferensiasi.
“Maksud dari pembelajaran terdiferensiasi ialah setiap pergantian materi (awal dan akhir pembelajaran) harus dilakukan diagnostik masing-masing siswa untuk mengukur kemampuan siswa. Ini dilakukan agar guru dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat sesuai kondisi peserta didik. Secara umum pembelajaran ini ialah kegiatan pembelajaran yang memang dibutuhkan oleh anak-anak,” Sarjana Pertanian Universitas Negeri Jember ini.
Asesmen Sekolah Penggerak
Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Gresik 2014-2018 itu menerangkan, pelaksanaan asesmen terdiri dari tiga penilaian, yaitu diagnostik, formatif, dan sumatif.
“Asesmen diagnostik yaitu asesmen yang dilakukan di awal dan akhir pembelajaran baik kognitif maupun non-kognitif. Asesmen formatif merupakan asesmen yang dilakukan selama proses pembelajaran,” urainya.
Sedangkan asesmen formatif dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan asesmen sumatif dilakukan guru setelah menyelesaikan proses pembelajaran.
“Di Smamsatu lebih ditekankan pada asesmen formatif dengan mengembangkan kegiatan seperti festival atau kegiatan based project Sehingga di dalam kegiatan asesmen akhir sudah tidak ada PAS, UAS, atau ujian tertulis lainnya. Karena penilaian terpenting ada pada proses pembelajaran. Dan alhamdulillah respon siswa dan wali siswa sangat baik,” ungkapnya.
“Ada juga based project program sekolah penggerak yaitu proyek penguatan profil pelajar Pancasila yang memiliki tujuh tema yang telah ditentukan,” ujarnya sambail menguraikan.
Yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan, Kearifan Lokal, Bhinneka Tunggal Ika, Bangunlah Jiwa dan Raganya, Suara Demokrasi, Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI. serta Kewirausahaan.
Dia menjelaskan, setiap sekolah harus memilih minimal tiga tema dalam satu tahun. “Smamsatu memilih tema Suara Demokrasi yang telah dilakukan pada semester satu lalu yaitu pemilihan kepala daerah, kemudian tema kearifan lokal dan berekayasa dan berteknologi akan dilakukan pada semester dua.
Ainul menutup sesi best practice-nya dengan memotivasi bahwa program sekolah penggerak ini tidak memandang besar atau hebatnya sebuah sekolah, tetapi bagaimana kepala sekolah dapat menjelaskan apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan.
“Jadi Bapak/Ibu yang ditolak Muhammadiyah adalah organisasi penggeraknya. Bukan program sekolah penggeraknya. Maka marilah kita bersama-sama mengikuti apapun program dari Kemendikbudristek, agar sekolah Muhammadiyah dapat mewarnai pendidikan di Indonesia,” pesan ayah tiga anak ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni