Sukarno Santri KH Ahmad Dahlan
Di Indonesia, sambungnya, berdasarkan fakta sejarah, banyak tokoh penting berasal dari kader Muhammadiyah. Salah satu contoh adalah Sukarno, Presiden Republik Indonesia pertama.
“Dalam diri Sukarno telah terbentuk karakter Muhammadiyah,” kata Biyanto.
Menurut dia, Sukarno sangat mengagumi sosok Ahmad Dahlan. Setiap Sukarno tinggal di Peneleh Surabaya, dia selalu hadir pada pengajiannya KH Ahmad Dahlan yang diadakan di Masjid Plampitan Surabaya.
“Jadi beliau itu sebagai santri kintil KH Ahmad Dahlan, karena setiap ada pengajian KH Ahmad Dahlan, Sukarno selalu hadir,” katanya.
Biyanto juga menyampaikan pemikiran pembaharuan Islam Sukarno yang disitir dari buku berjudul Islam Sontoyoyo. Di sana disebutkan lima ciri Islam sontoloyo. Yaitu: mudah mengkafirkan orang, taklid buta, mengutamakan fikih, tidak belajar dari pengalaman sejarah, dan menggunakan hadits lemah sebagai pedoman.
Islam Berkemajuan
Di samping menerangkan ciri-ciri Islam sontoloyo, Biyanto juga menjelaskan tentang lima fondasi Islam berkemajuan. Yaitu, tauhid yang murni, pemahman al-Quran dan sunnah yang mendalam, melembagakan amal shaleh yang fungsional dan solitif, berorientasi kekinian dan masa depan, serta bersifat toleran, moderat, dan suka kerja sama.
Biyanto juga mengutip KH Mas Mansur dalam tulisannya tentang “Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam” dalam majalah atau tabloid Adil Nomor 52/IX Tahun 1941.
Buku itu menguraikan empat faktor penyebab kemunduran umat Islam. Yakni: iman umat yang tipis, umat yang tidak cerdas, pimpinan yang hanya gembar-gembor, dan siar agama yang kurang.
“Pimpinan gambar-gembor itu apa, ya?” tanya Biyanto retoris.
“Ya, pimpinan yang banyak bicara sedikit bekerja,” dia menjawab pertanyaannya sendiri.
Menurutnya kalimat banyak bicara sedikit bekerja ini sekarang harus direvitalisasi menjadi banyak bicara, banyak bekerja. Dalam hal ciri umat yang tidak cerdas diterangkan dalam Dua Belas Langkah Muhamamdiyah tahun 1938-1942 disebutkan tentang pentingnya memperluas agama.
“Yang harus diperluas dalah pemahaman tentang agama, bukan agama itu sendiri, Sebab agama pada dasarnya bersumber dari wakyu yang tidak dapat diperluas dan dipersempit,” terangnya.
Di penghujung kajian, dalam rangka kaderisasi, Biyanto berpesan: “Jika perlu para alumni SMA Muhammadiyah 3 ini dibekali NBM (nomor baku Muhammadiyah) yang diurus sendiri di Kantor PWM Kertomenanggal IV/1 Surabaya. Agar pada masa mendatang alumni ini selalu dekat dengan Muhammadiyah, seperti walikota Jayapura itu,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni