Potensi Riya dan Sum’ah
Selain kritikan, pujian juga terkadang membuat orang berbohong. Seperti pujian berupa emoji jempol, sehingga orang yang kita puji berpotensi untuk riya’ atau sum’ah. Sebab, pujian berhubungan erat dengan ikhlas.
“Jika seseorang ingin berinfak misalnya, jika ia mengatakan bahwa ia ikhlas tetapi ia ulangi berkali-kali kalau ikhlas atau bahkan mengumumkan bahwa dirinya berinfak sehingga mendapatkan pujian maka hal tersebut menunjukkan bahwa ia berbohong, atau berinfaktapi tidak ikhlas,” urainya.
Ustadz Hamid menjelaskna, yang dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad terhadap umat Islam ialah pujian, sum’ah (memperdengarkan) dan riya’ (memperlihatkan).
“Makanya saya memberi jalan keluar yang baik. Tulislah hamba Allah jika ingin infak atau memberi sumbangan. Ketika di masjid diumumkan nama kita sebagai pertanggungjawaban takmir, maka hal tersebut tidak apa-apa dilakukan. Sebaliknya, kita dilarang untuk mengumumkan atau meminta takmir mengumumkan sumbangan kita agar terhindar dari riya’ dan sum’ah,” ungkapnya dengan tegas.
Ustadz Hamid menlanjutkan, adapun evaluasi masalah ibadah dalam firman Allah, “Itaqullah wal tandhur nafsun maa qaddamat lighad.” Dengan demikian, ia mengajak kepada para jamaah pengajian untuk mengisi hari-hari mereka dengan semangat dan melakukan hal lebih baik lagi.
Selain menyampaikan pesan muhasabah diri, Ustadz Hamid juga membahas tentang pentingnya ikhtiar dan menjauhi sikap takut mati, serta tantangan dakwah Islam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni