PWMU.CO– Langkah membangun jamaah diulas oleh Direktur Ma’had Umar bin Khattab UMSurabaya Dr Mahsun Jayadi dalam Ngaji Reboan di Masji Taqwa PCM Wiyung Surabaya, Rabu (9/2/2022) habis Isya.
Dia mengatakan, berjamaah itu itu komitmen membangun kebersamaan. Perlu ada aturan main supaya tidak terjadi kekecewaan, kerugian, bahkan kebencian.
”Menyatukan karakter personalnya tidak mungkin bisa dilakukan, tetapi mengomunikasikan di antara karakter yang berbeda adalah suatu yang sangat mungkin dan bisa terjadi,” kata Mahsun Jayadi.
Dia menjelaskan, jamaah secara harfiyah merupakan kumpulan orang atau komunitas yang memiliki kesamaan-kesamaan terstruktur. Terbangun oleh kesamaan cita-cita, kesamaan pola pikir, kesamaan usaha untuk mencapai tujuan, dan kesamaan kebutuhan adanya pimpinan.
Secara istilahi, sambung dia, jama’ah sekumpulan orang yang terikat oleh aturan-aturan agama Islam berdasar al-Quran dan sunnah. ”Memiliki komitmen ketaatan kepada pemimpinnya, serta bekerja sama dalam aktivitas duniawi maupun ukhrowi untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,” tuturnya.
Dia lantas mengulas langkah membangun jamaah (takwin al-ummah) sesuai surat Ali Imron ayat 104. Langkah pertama, al-Ittishal (kontak antar individu).
Kedua, at-Ta’aruf (saling mengenali). Membangun sebuah jamaah tidak cukup dengan data-data diri secara administratif. Tetapi antar individu itu harus saling mengenali biodata, pemikiran, karakter, cara bicara, cara merespon perbedaan pendapat.
Dasarnya surat Al Hujurat ayat 13. ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku supaya kamu saling mengenal.”
Ketiga, at-Tafaahum. Sikap saling memahami ini sangat diperlukan dalam kehidupan berjamaah. Sebab secara fitrah manusia ini sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan berbeda pemikirannya, karakternya, temperamennya, pemahamannya terhadap ajaran Islam.
”Juga memiliki perbedaan adat istiadat. Jika perbedaan itu tidak dikelola dengan baik maka yang terjadi adalah sikap ananiyyah, mau menang sendiri, emosional, saling curiga, saling menjatuhkan, dan saling menistakan,” ujarnya.
Tetapi jika perbedaan itu mampu dikelola dengan baik, sambung dia, maka yang terjadi adalah saling memahami, saling menghormati, saling memberi masukan secara santun, dan tidak saling menfitnah. (*)
Editor Sugeng Purwanto