MC Itu Jangan Mager, Baper, dan Over, laporan Anik Nur Asia Mas’ud, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kabupaten Gresik mengadakan Pelatihan MC (Master of Ceremony), Ahad (13/2/22).
Acara yang berlangsung di Ruang Teater Lenon Machali SMA Muhammadiyah 1 Gresik, ini diikuti oleh 26 peserta. Mereka adalah utusan Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) dan Pimpinan Ranting Nasyiatul Aisyiyah (PRNA) Gresik. Ada juga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kabupaten Gresik.
Ada dua pemateri dalam acara ini. Yaitu Wahyu Budiono dan Ria Eka Lestari. Materi pertama disampaikan oleh Wahyu Budiono, seorang MC tingkat nasional. Dia membawakan dua materi, yakni Proses dan Unsur Komunikasi, serta Strategi MC.
Dia menjelaskan, komunikasi adalah penyampaian informasi yang dilakukan oleh komunikator atau penyampai informasi dengan medium message dan noise kepada komunikan atau pihak yang menerima informasi.
Bedą Pembawa Acera dengan MC
“Masyarakat seringkali menganggap pembawa acara dan MC itu sama. Malah masih banyak yang menyebut pembawa acara sama dengan protokol. Padahal ada perbedaannya,” kata Wahyu Budiono.
Menurutnya, pembawa acara adalah orang yang menyampaikan satu per satu acara, memandu dengan menggunakan suara, mimik serta memperhatikan tata rias, busana, bahasa, dan etika. Pembawa acara sesuai dengan tugas dan fungsinya lebih cocok dilekatkan pada acara-acara resmi.
“Seorang pembawa acara sangat terikat dengan etika protokoler. Pembawa acara juga tidak dituntut untuk berimprovisasi dalam membawakan acara,” ujar Budi, sapaannya.
Sebagia pembawa acara, penggunaan bahasa formal adalah mutlak. Ahli bahasa menyebutnya dengan pewara alias pembawa acara.
“Sedangkan MC biasanya untuk acara hiburan dan seni hiburan, sebab tuntutan kreativitas dan improvisasi lebih tinggi,” jelas Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Perumahan Pongangan Indah (PPI) Gresik ini.
Seorang MC, lanjutnya, harus mampu membaca situasi, menciptakan suasana sesuai dengan karakteristik acaranya, dan memungkinkan adanya dialog dengan audiens.
Dia juga menjelaskan, pembawa acara tidak sama dengan protokol dan MC. “Pembawa acara adalah salah satu aspek dari protokol. Seorang protokol atau protokoler adalah orang yang bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap suatu acara,” terangnya.
Jadi, sambungnya, pembawa acara bisa saja menjadi protokoler karena pembawa acara bisa menjabarkan gerak dan langkah apa yang akan timbul dari paduan mata acara yang dibawakan. Tapi seorang protokoler belum tentu bisa menjadi pembawa acara.
Wakil Ketua yang membidangi Majelis Pemberdayaan Sosial (MPS) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Manyar ini menyampaikan beberapa syarat pewara dan MC. Di antranya harus sehat jasmani dan rohani, memiliki keterampilan retorika, berpengetahuan luas, memiliki kemampuan berkomunikasi, disiplin, dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat, serta memiliki tim kerja.
“Juga harus supel dan fleksibel, tegas dan bertanggung jawab, jujur, serta bermental baja,” ujarnya.
Dia menerangan, semua itu tidak lepas dari empat sifat yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Yang diambil dari Surat al-Ahzab 21, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik.”
Menurut Budi, akhlak dan sifat Nabi Muhammad sangat mulia yang harus kita jadikan tauladan. Di antaranya shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
“Shiddiq yang artinya benar. Perkataan haruslah sesuai dengan perbuatannya. Amanah, yang benar-benar bisa dipercaya. Tabligh, artinya menyampaikan, segala firman Allah yang disampaikan oleh Rasulullah tidak ada yang disembunyikan dan Fatonah artinya cerdas,” terang Budi.
Baca sambungan di halaman 2: Teknik Jadi MC