Orang Islam Harus Siap Disebut ‘Kafir’ oleh Non-Muslim, laporan Mohamad Su’ud, kontributor PWMU.CO Lamongan.
PWMU.CO – Arti surat al-Kafirun diuraikan oleh Prof Dr Eka Putra Wirman Lc MA, dalam Kuliah Online yang diselenggarakan oleh International Intitute of Islamic Thought (IIIT), Senin, (14/2/2022). Hal itu menjawab pertanyaan dari salah satu peserta kuliah.
Menurut mantan Rektor UIN Imam Bonjol Padang ini, pertanyaan ini muncul karena begitu dominannya ajaran Islam dan terminologi-terminologi Islam di Indonesia.
“Terminologi kafir itu itu sudah mendalam pada pemahaman orang Indonesia. Secara kebahasaan, kafir artinya orang yang ingkar tapi secara pemaknaannya kafir itu identik dengan neraka, identik dengan azab. Ketika disebutkan kata kafir maka konotasinya adalah azab, neraka, celaka, dan seterusnya,” jelas pria kelahiran tahun 1969 ini.
Pemahaman ini muncul, menurut Eka Putra, karena ini sudah mendalam dalam pikiran dan pemahaman orang Indonesia. Naka tidak ada orang yang mau disebut kafir karena di semua agama ada penjelasan tentang neraka, tentang azab, yang maknanya sebagai kafir.
Karena, sebenarnya, orang non-Muslim adalah kafir bagi orang Islam. Begitu sebaliknya orang Islam adalah kafir bagi orang non-Muslim. Hal yang biasa dan lumrah.
Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat ini, menyampaikan bahwa orang Muslim harus siap dikatakan sebagai orang kafir oleh non-Muslim. Karena kafir artinya tidak mengakui apa yang diyakini oleh dalam agama itu.
“Saya sampaikan bahwa terminologi kafir itu sudah mendarah daging pemahamannya sebagai orang yang celaka, orang yang dilaknat, orang yang neraka dan seterusnya. Sebagian kita tidak menginginkan itu disampaikan ke orang yang berbeda agama. Jadi ini hanya persoalan sense dan perasaan,”urai Guru Besar Bidang Ilmu Kalam pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol ini.
Kata Netral
Bahkan, Eka berpendapat, kafir itu adalah kata-kata yang netral. Orang Nasrani boleh mengatakan orang Muslim itu sebagai kafir. Artinya orang Muslim adalah orang yang tidak percaya dengan keimanan orang-orang non-Muslim. Begitu juga seterusnya antaragama.
“Jadi sebutan kafir tidak terlalu istimewa, spesial, dan berbahaya. Ketika kita menyebutkan umat di luar Islam sebagai kafir, begitu juga umat di luar Islam mengatakan umat Islam sebagai kafir,” tuturnya.
Dia menegaskan, jika pengertian kafir itu bisa dipahami secara sederhana: kafir adalah orang yang tidak percaya dengan keyakinan lain selain keyakinannya, maknanya sangat sederhana. Tapi kemudian di Indonesia menjadi menjadi ruwet dan dramatis, sehingga seluruh kata al-Kafirun itu atau kafir itu diubah menjadi non-Muslim dan Mukmin dan lain sebagainya.
“Itu meletihkan, melelahkan dan juga tidak rasional,” tandas lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, jurusan Pemikiran dan Dakwah Fakultas Ushuluddin ini.
Lebih jauh, Eka menandaskan bila dikembalikan kepada porsinya maka semua orang pastinya bersedia disebut kafir oleh penganut agama lain. Kafir dalam pengertian orang yang tidak percaya dengan keimanan selain apa yang diajarkan oleh agama.
“Surah al-Kafirun, itu menurut saya lebih bagus tetap disebut sebagai surat al-Kafirun dan artinya tetap ‘orang-orang kafir’,” kata alumnus Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, lulusan 1988 ini. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni