Mati Ketawa Cara Wahabi oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar.
PWMU.CO– Pak AR Fachruddin pernah ditanya, ”Bolehkah sebelum shalat baca usholi? Beliau menjawab jenaka,”Boleh. Pencakan dulu juga boleh.”
Masih tentang Pak AR Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah yang sangat fenomenal ini. Ketika Buya Syafi’i Maarif dalam sebuah pidato berkelakar, Pak AR ini kok banyak merokok ya?
Pak AR juga menjawab jenaka tanpa ekspresi marah atau tersinggung. ”Saya nggak banyak kok, cuman satu-satu.”
Gus Dur juga pernah berkisah tentang Pak AR ini. Gus Dur pernah bertutur bahwa orang Muhammadiyah ini, Pak Abdul Rozaq Fakhrudin, pernah membuat ratusan orang NU menjadi Muhammadiyah dalam satu malam. Ketika itu Pak AR didaulat menjadi imam shalat Tarawih di masjid NU. Saat akan memulai shalat dia bertanya, mau Tarawih 23 rakaat atau 11 rakaat? Jamaah menjawab, 23 rakaat.
Lantas Pak AR mengimami dengan pelan dan tumakninah, bukan gaya ngebut seperti lazimnya tarawihan di masjid itu. Selesai delapan rakaat hari sudah malam, jamaah resah. Pak AR bertanya lagi, mau lanjut 23 rakaat atau 11 rakaat?
Jamaah serempak menjawab, 11 rakaat! Begitu gaya humor mati ketawa cara Wahabi-nya Pak AR.
Pernah juga Pak AR berpesan kepada Mendikbud Prof Yahya Muhaimin agar tidak kenceng-kenceng mengurus Muhammadiyah. Bukannya tak boleh serius, apalagi tak sungguh-sungguh, kadang kita perlu tertawat, agar tak spaneng. Semacam kehilangan urat tertawa. Serius amat, hingga lupa tertawa.
Tapi benarkah orang Wahabi kehilangan urat tertawa? Wayang kulit haram, piara ikan koi, piara burung, musik, perayaan maulid, mancing, pakai sarung, dan tak boleh makan gorengan, haram ifthar dengan kolak pisang atau ketela, berorganisasi juga bid’ah. Alasannya karena semua tak ada uswah dari Nabi saw dan dalil.
Tak perlu pula dipikirkan fatwa dua ulama panutan Wahabi, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin, yang menyebut bahwa Tuhan berserupa dengan Adam, punya muka, tangan, kaki, dan tinggi 60 hasta atau sekitaran 30 meter. Itu disebut dalam Majmu Fatawa al-Allamah Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Dar Al Alfa fatwa No: 2331 hal. 368. Ini model mati ketawa cara Wahabi.
Tak perlu ditanggapi serius, senyumin aja. Ketika ada seorang Wahabi menyebut bahwa wayang kulit itu haram, Prof Abdul Mu’ti buru-buru menimpali, wayang kulit adalah media dakwah yang efektif dan merakyat.
Tertawa adalah kebutuhan sebagian besar umat. Para umat sudah lelah, butuh rehat, syukur bisa tertawa meski sejenak. Artinya, tak perlu menunggu di surga untuk bisa tertawa lepas.
Beragama dengan amat tegang alias spaneng pasti bikin pikiran lelah, sebab semua dianggap musuh dan beban. Tak ada yang benar, semua salah dan harus diluruskan. Tak ada rileksasi meski sedikit. Yang ada cuma boleh dan tidak boleh. Hitam atau putih, tak ada kompromi. Tapi benarkah Tuhan tak bisa ditawar?
Tapi Abu Nawas pernah menawar Tuhan. Dengan jenaka ia berkata,”Tuhan aku tak pantas masuk surga tapi aku tak kuat masuk neraka.”
Tak perlu marah dan baper dengan kenakalan Abu Nawas itu, lantas menghukumi dengan sesat, syirik, atau lainnya.
Apapun ditanggapi serius termasuk ketika ada yang bilang bahwa Tuhan bukan orang Arab. Sebab memang Tuhan tidak bjsa diserupakan dengan makhluk ciptaan. Jadi apa ada yang salah dengan pernyataan bahwa Tuhan bukan orang Arab?
Jadi Khalifah Harun al Rasyid pun pernah dibikin geragapan ketika hendak ngerjain Abu Nawas. ”Aku ingin berak di masjidmu,” kata Khalifah. Mendengar itu Abu Nawas tak tersinggung, marah apalagi menganggapnya penistaan agama.
Dengan tangkas Abu Nawas menjawab pendek,”Duli Tuanku, silakan berak asal jangan buang air kecil.”
Kontan sang Khalifah urungkan niat berak di masjidnya Abu Nawas. Sebab hanya orang yang hendak mati saja yang berak nggak pakai pipis.
Jadi bolehkah bersalaman usai salam setelah shalat? Boleh sangat boleh. Habis shalat buang angin juga boleh, buka gadget juga boleh, ngopi juga sangat boleh. Tak perlu dalil dan contoh dari Nabi saw serta salafus saleh untuk buka gadget, ngopi dan buang angin habis salam usai shalat. Wahabi garis bahagia. (*)
Editor Sugeng Purwanto