Ustadz Syuhada Bahri: Generasi Terakhir Binaan M Natsir oleh M. Anwar Djaelani, penulis sejumlah buku termasuk Jejak Kisah Pengukir Sejarah.
PWMU.CO– Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi raaji’uun. Kalimat istirja’ ini beredar cepat di berbagai grup WhatsApp (WA) sekitar pukul 05.00 Jumat (18/2/2022).
Beredar kabar telah berpulang ke Rahmatullah Ustadz Syuhada Bahri (66), Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) periode 2007-2015. Atas berita itu, banyak yang berduka dan mendoakannya.
Kamis, 17 Februari 2022 di sebuah grup WA ada kabar di hari itu Ustadz Syuhada Bahri menjalani operasi paru. Si pembawa berita memohon doa supaya proses itu dimudahkan Allah.
Ternyata hari ini menyusul kabar duka itu. Kita berdoa semoga Allah menyambut almarhum dengan sepenuh cinta seperti yang tergambar pada surat al-Fajr (89): 27-30.
”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surgaKu.”
Syuhada Bahri, lelaki berperangai lembut ini lahir di Banten, 15 Juni 1954. Dia alumnus Institut Islam Siliwangi Bandung. Juga alumnus Universitas Islam Ibnu Saud di Riyadh bidang kajian Ilmu Dakwah dan Bahasa Arab.
Sejak muda Syuhada Bahri aktif mengikuti pelatihan-pelatihan kepemimpinan di Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Gerakan Pemuda Islam (GPI).
Pengalaman berorganisasi yang cukup lama dijalani di Pemuda Muhammadiyah Bandung. Dia juga anggota Korps Muballigh Muda Muhammadiyah Bandung. Sudah mengisi pengajian di kampung-kampung. Sejak belajar di Pendidikan Guru Agama (PGA) Pandeglang, Banten, dia sudah aktif di kegiatan dakwah.
Bersama DDII
Dari Bandung, dia hijrah ke Jakarta tahun 1970-an. Setahun pertama dia menjadi guru.
Tahun 1976, bergabung dengan DDII. Tugas pertamanya, menempelkan foto-foto kegiatan dakwah di daerah. Meski tugas ini sederhana, dia mendapatkan sesuatu yang istimewa. Sebab tugas itu dilakukannya di ruang Buya M. Natsir. Selama lima tahun. Sehingga banyak waktu bertemu dan berbicara dengan pendiri DDII itu.
Kemudian Syuhada Bahri bertugas menangani urusan dakwah wilayah Indonesia bagian tengah meliputi Jawa dan Bali. Berikutnya ditugaskan ke daerah-daerah seluruh Indonesia. Jejak dakwahnya ada di Mentawai, Nias, Maumere, Labuan Bajo, Sorong, Fakfak, Timika, Merauke, Badui, Tobelo, dan Tanjung Soke. Juga di pelosok Kalimantan dan Timor Timur.
Di Timor Timur dia sampai hafal gang-gang kampung negeri itu. Dia sangat menyesalkan ketika Timor Timur lepas dari Indonesia. Karena dia merasa menyatu dengan umat Islam di sana.
Dalam berdakwah dia biasa berkeliling naik kapal, membonceng ojek, atau jalan kaki berkilo-kilo meter. Ceramahnya memotivasi para dai, memberikan pelatihan, dan bersilaturahim dengan masyarakat setempat.
Ketika mengadakan pelatihan di Sungai Lilin Musi Banyuasin di masa rezim Orde Baru, aparat setempat minta acara bubar. Tapi Syuhada tetap melaksanakan pelatihan. Aparat keamanan malah diminta masuk mengikuti acara mendengarkan materinya.
Dia juga pernah pernah diundang ke Bosnia dan berdakwah ke berbagai kota di Inggris atas undangan Keluarga Islam Britania Raya (Kibar).
Syuhada Bahri termasuk generasi terakhir binaan langsung Buya Natsir. Karena itu dia menanamkan nilai-nilai perjuangan M Natsir kepada generasi berikutnya lewat sistem organisasi DDII. Dia yang menikah pada tahun 1985 dikaruniai 12 anak. (*)
Editor Sugeng Purwanto