Minum sambil Berdiri, Benarkah Tidak Sunnah? oleh Dr Aji Damanuri, Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Tulungagung dan dosen IAIN Ponorogo.
PWMU.CO– Selama ini saya hanya mengenal hadits la yasrabanna ahadukum qaaiman. Janganlah kamu minum sambil berdiri. Karenanya ketika saya minum dengan berdiri saya merasa berdosa. Termasuk lingkungan saya yang selalu menasihati agar minum harus duduk.
Pemahaman saya terusik ketika suatu hari teman saya, pengasuh Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta, Ustadz Endik Prasetio, mengirimi saya satu kitab karya Imam at-Tirmidzi yang berjudul al Syamail al Muhammadiyah.
Dalam kumpulan hadits yang bercerita tentang kehidupan Rasulullah saw ini saya dapati beberapa keterangan tentang bagaimana cara Rasulullah saw minum.
Sebenarnya ada dua kategori hadits yang menerangkan bagaimana cara Rasulullah saw minum. Pertama, melarang minum sambil berdiri. Kedua, yang membolehkannya.
Hadits-hadits yang menceritakan larangan minum dan makan sambil berdiri cukup banyak. Di antaranya yang diceritakan Anas bin Malik ra diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan: Dari Nabi saw bahwasanya beliau melarang seseorang minum dengan berdiri. Qatadah berkata, bahwa mereka kala itu bertanya (pada Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas menjawab: “Itu lebih parah dan lebih jelek.”
Selanjutnya hadits yang diceritakan Abu Hurairah ra yang juga diriwayatkan Imam Muslim lebih tegas lagi menyatakan: “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” Begitu pula hadits dari jalur periwayatan Abu Sa’id al-Khudri ra dan al-Jarud bin Al ‘Ala ra.
Kebolehan meminum sambil berdiri diterangkan pada kitab al-Syamail al-Muhammadiyah bab Ma ja’a fi syurbi Rasulillah saw. Ada 10 hadits yang menerangkan bagaimana cara Rasulullah minum. Hadits Ibnu Abbas menerangkan, ”Rasulullah saw pernah meminum air zamzam sambil berdiri.”
Sedangkan hadits dari jalur Amru bin Syu’aib menyatakan: ”Aku melihat Rasulullah minum sambil berdiri dan sambil duduk.” Hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Sahih-nya nomor 1637 dan Imam Muslim no 120.
Kajian
Beberapa hadits di atas sekilas tampak bertentangan karenanya butuh alat analisis untuk memahaminya. Dalam manhaj tarjih Muhammadiyah ketika ada pertentangan dalil (ta’arudl al adillah) maka bisa ditempuh dengan memahaminya secara komprehensif (al jam’u wa taufiq).
Mencari apakah hadits yang terakhir menghapus yang pertama (naskh wa mansukh), mana yang lebih kuat di antara dalil yang bertentangan tersebut atau yang lebih dikenal dalam ilmu ushul fiqh sebagai tarjih.
Pemahaman umum pada hadits tentang minum di atas ketika Rasulullah saw minum sambil berdiri dan juga duduk maka boleh jadi tergantung pada konteks dan situasi ketika Rasulullah minum.
Ketika ada tempat duduk maka bisa duduk dan ketika tidak ada tempat untuk duduk maka sambil berdiri, sangat fleksibel.
Hal ini didukung oleh hadits dalam kitab yang sama dari Abdurrahman bin Abi Amrah dari neneknya, Kabasyah ia berkata: Rasulullah pernah masuk ke rumahku dan minum dari mulut qirbah (kantong air dari kulit) yang tergantung sambil berdiri. Kemudian aku memotong mulut qirbah tersebut.
Hadits yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Artinya cara minum Rasulullah tergantung situasinya. Meskipun Kabasyah mungkin kasihan dan akhirnya memotong wadah airnya mungkin supaya bisa diminum sambil duduk. Anas bin Malik juga meriwayatkan dari cerita Ummu Sulaim.
Namun ketika menggunakan logika tarjih dengan melihat isi hadits (matan) ada kaidah yang menyatakan bahwa yang melarang didahulukan atas yang membolehkan. Artinya, minum sambil duduk lebih utama dan dianjurkan daripada sambil berdiri. Wallahu’alam bi al shawab.
Editor Sugeng Purwanto