Pembajakan Demokrasi
Kematian demokrasi juga digambarkan sebagai pembajakan demokrasi secara legal, dengan mempergunakan prosedur demokrasi dengan mendapatkan persetujuan lembaga legislatif atau diterima lembaga judikatif. Upaya-upaya pembajakan itu digambarkan sebagai upaya memperbaiki demokrasi, membuat pengadilan lebih efisien, memerangi korupsi, atau membersihkan proses pemilu.
Pemerintah terpilih menggunakan lembaga demokrasi untuk melemahkan dan menghancurkan demokrasi. Penggunaan kekuasaan dan lembaga demokrasi untuk menghancurkan demokrasi bukanlah produk satu atau dua hari, tetapi bertahun-tahun dan dilakukan secara bertahap. Lembaga-lembaga hasil proses demokratisasi, seperti lembaga antikorupsi, digerogoti dan dibuat keropos, sehingga tidak berfungsi maksimal.
Diktator partikelir itu tetap memperbolehkan media beroperasi. Tetapi, seperti kuda yang sudah dtunggangi dan dikendalikan, media hanya sekadar menjadi tunggangan yang bisa dikendalikan. Media sudah terbeli dan selalu ditekan supaya melakukan sensor diri. Publik yang menggunakan media alternatif untuk menyuarakan pendapat kritis akan dijerat oleh pasal-pasal kriminal.
Demokrasi menghadapi kematian ketika diktator partikelir itu melakukan aliansi dengan sejumlah politisi oligarki mapan untuk membentuk persekutuan koalisi ‘’Aliansi Saling Percaya’’ atau ‘’Fateful Alliances’’. Oligarki itu merupakan gabungan dari oligarki politik dan oligarki ekonomi, atau gabungan antara keduanya. Di negara yang demokrasinya mati muncul fenomena pengusaha yang sekaligus menjadi penguasa, yang dikenal sebagai ‘’pengpeng’’.
Ada beberapa indikasi yang bisa menjadi tanda matinya demokrasi. Yang pertama, Rejection of or the weak commitment to democratic rules of game’, penolakan atau komitmen yang lemah terhadap aturan main demokrasi. Undang-undang yang sudah disepakati ternyata dipermainkan dengan berbagai macam cara, karena rezim sudah menguasai semua perangkat kelembagaan demokrasi dalam kendalinya.
Pemilihan umum sudah diputuskan, masa jabatan kepresidenan sudah ditetapkan dalam konstitusi. Tetapi, diktator partikelir bisa memainkan kekuasaannya untuk mengubah aturan itu demi memperpanjang kekuasaannya. Penolakan dan komitmen yang lemah terhadap aturan demokrasi ini menjadi indikator utama matinya demokrasi.
Beberapa pertanyaan bisa diajukan untuk melihat kecenderungan ini. Apakah ada upaya menolak perundang-undangan atau menunjukkan keinginan untuk melanggarnya. Apakah ada usulan atau gerakan antidemokrasi seperti membatalkan pemilu, melanggar atau membatalkan undang-undang, melarang organisasi tertentu, atau membatasi hak-hak sipil dan politik?
Baca sambungan di halaman 2: Pembajakan Demokrasi