Cara Mengikuti Akreditasi Perpustakaan Anang Pujimanto kontributor PWMU.CO
PWMU.CO – Untuk mengikuti akreditasi perpustakaan, mekanisme pertama yang dilakukan adalah menyampaikan surat permohonan ke Dinas Perpustakaan dan Kearaipan Provinsi atau kota/Kabupaten.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur Ir Tiat S Suwardi MSi pada National Workshop Digital Library, Jumat (11/3/22) di Hotel Rayz UMM Malang.
Dia mengatakan langkah kedua adalah harus melakukan mekanisme-mekanisme yang telah ditentukan. Akreditasi perpustakaan ini sangat penting untuk mengukur sejauh mana perpustakaan melayani masyarakat atau pemustaka.
“Muhammadiyah itu luar biasa, pendidikannya sangat solid. Saya berharap perpustakaan yang dimiliki sekolah-sekolah Muhammadiyah juga bagus,” imbuh alumni ITB ini.
Perpustakan Kata Kerja
Tiat menjelaskan perpustakaan bukan kata benda tapi kata kerja. Perpustakaan itu suatu unit kerja yang secara teori adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, maupun karya rekam.
“Selain itu perpustakaan bisa juga sebagai tempat rekreasi bagi pemustaka,” lanjutnya di hadapan 99 peserta yang terdiri dari kepala sekolah, guru, dan pustakawan dari sekolah-sekolah Muhammadiyah se-Jawa Timur.
Perpustakaan, lanjutnya, juga bisa berfungsi sebagai tempat meningkatkan literasi bagi masyarakat yang bisa menghasilkan produk untuk mengembangkan barang dan jasa.
Jadi, sambungnya, lebih ke pelayanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Masyarakat membaca, lalu mendapatkan pengetahuan kemudian menghasilkan produk.
“Contoh nyata dari pelayanan perpustakaan berbasis inklusi adalah Kampung Cokelat di Blitar. Dulu masyarakat di situ petani jagung terus beralih menanam cokelat pada tahun 2013,” jelasnya.
Perpustakaan Bung Karno
Tiat menerangkan, masyarakat di Kampung Cokelat mendapatkan pengetahuan tentang budidaya cokelat dari buku-buku di Perpustakaan Bung Karno di Blitar.
“Jadi waktu itu Perpustakaan Bung Karno mengunjungi desa tempat Kampung Cokelat berada dengan membawa koleksi-koleksi buku, lalu masyarakat membaca buku-buku itu. Nah ternyata masyarakat banyak yang membaca buku tentang budidaya cokelat,” jelasnya.
Setelah membaca buku itu, lanjutnya, masyarakat dapat pengetahuan tentang cokelat, kemudian mulai menanam cokelat. Akhirnya jadilah Kampung Cokelat seperti sekarang ini,” tandasnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.