Prestasi di bidang perminyakan juga moncer. Pada tahun 2016 itu pula Blok Minyak Cepu Lapangan Banyuurip mencapai puncak produksi, yakni 170 ribu barrel per hari. “Di masa depan, dimungkinkan mencapai 205 ribu barrel per hari,” katanya penuh optimis.
Kesuksesan itu berkat human approach (pendekatan kemanusiaan) yang dilakukan Kang Yoto. Di samping itu, faktor kebijakan yang tepat melalui Perda No 23 tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah, menjadi faktor penting peningkatan produksi migas.
(Baca juga: MAKAR YO! Belajar Sukses Bisnis pada Pengusaha yang Pernah Menyobek Ijazahnya)
“Kami juga melakukan pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas melalui investasi jangka panjang untuk memberikan manfaat ekonomi bagi generasi selanjutnya (endowment fund), melalui penyertaan modal di bank,” jelasnya.
Di bidang pemerintahan, prestasi Kang Yoto juga gemilang. Sebab, Bojonegoro baru saja terpilih sebagai pilot project dalam The Open Government Partnership (OGP). Bojonegoro-Indonesia, Seoul-Korsel, dan Triblisi-Georgia adalah tiga ‘pemkab’ dari Asia yang masuk daftar OGP 2016. “Artinya, keterbukaan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro kini sejajar dengan Paris, San Poolo, Madrid, dan kota-kota lainnya yang masuk dalam 15 percontohan pemerintahan terbuka di dunia,” kata Kang Yoto bangga.
(Baca juga: Generasi Z di Mata Pengusaha dan Politisi Sukses Masfuk)
Resep sukses lainnya, adalah cara berfikir linier yang dia terapkan. “Kita perlu mengubah cara berfikir. Cara berfikir kita harus linier, sehingga garis strategi kita jelas. Pertautan antara fenomena yang terjadi dengan ketepatan dalam mengambil keputusan disertai kedekatan pada Ilahi,” kata Kang Yoto. Menurutnya, hal itu akan mampu menempatkan kita pada kebijakan yang sesungguhnya. “Itulah yang disebut tahapan ulil abab (konstruksi ilmiah), tadabur (pemahaman ayat qauliyah), tafakur (perenungan yang mendalam) dan amal shaleh.”
Mengenai kondisi bangsa belakangan ini, Kang Yoto ikut prihatin. “Berawal dari aspirasi umat yang kurang didengar dan kekuasaan yang berputar pada segelintir orang, kini kita merasakan lunturnya nasionalisme. Dan yang paling mempriatinkan: hilangnya soliditas sebagai bangsa,” ujar dia.
(Baca juga: Umat Islam Akan ‘Habis&’ jika Tak Bangkit di Bidang Ekonomi)
Paparan Kang Yoto mendapat pujian dari peserta silaturahmi. “Kota Malang amat bangga dengan Kang Yoto. Pola kepemimpinan yang transformatif dan aplikatif seperti yang diterapkan di Bojonegoro, adalah sesuatu yang luar biasa,” komentar Rofiq Awali, Sekretaris Majelis Pendidikan Kader Kota Malang.
Hal senada disampaikan Sekretaris Majelis Wakaf PDM Kota Malang Fathur Rohman. “Kedatangan Kang Yoto ini memberikan pencerahan tersendiri. Ini simbol keberhasilan Muhammadiyah melakukan perkaderan. Bisa mencetak pemimpin yang capable dan visioner seperti beliau.” Sering-sering bernostalgia ke Malang, Kang! (Uzlifah)