PWMU.CO – Tiga Etika Bermedia Sosia dibahas dalam kajian Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) Banyuwangi. Kegiatan bertajuk Kajian Remaja Putri itu diselenggarakan di Aula Masjid KH Ahmad Dahlan Banyuwangi. acara dihadiri 20 peserta, Sabtu (12/3/22).
Kajian ini dimulai dengan membaca al-Quran yang dipandu Sunnah Hasanah dari Departemen Dakwah PCNA Banyuwangi. Pemandu meneliti bacaan al-Quran peserta kajian satu per satu terkait dengan tajwidnya. Selain itu juga peserta diajak memahami arti perkalimat.
Anggota Departemen Dakwah Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Banyuwangi Roudhotul Jannah menjelaskan etika adalah suatu ucapan dan tindakan seseorang mengenai baik dan buruk.
“Etika berkaitan dengan du hal yaitu norma. Ini adalah aturan yang berlaku di masyarakat, terdiri norma agama, kesusilaan, kesopanan atau adat dan hukum. Kedua, nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun hal tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Pengertian Media Sosial
Roudhotul menjelaskan media sosial menurut McGraw Hill Dictionary merupakan sarana yang digunakan oleh orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual.
Menurut ML Kent, media sosial merupakan sebuah bentuk komunikasi interaktif yang memungkinkan terjadinya interaksi dua arah atau umpan balik.
Adab Bermedia Sosial
Roudhotul mengungkapkan adab bersosial media dalam pandangan Islam ada tiga hal. Pertama tabayyun, cek dan ricek. Hal ini sesuai dengan surat al-Hujurat ayat 6, Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
“Kedua menyampaikan informasi dengan benar, sesuai dengan surat al-Hajj ayat 30, Dan dihalalkan bagi kamu semua hewan ternak, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta. Tidak menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya di media sosial. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu.”
Ketiga adalah haram menebar fitnah dan kebencian.
Fatwa MUI
Roudhotul menjelaskan 5 Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 isinya, pertama elakukan ghibah, fitnah, namimah (adu-domba), dan menyebarkan permusuhan. Kedua melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku, ras atau antara golongan.
“Ketiga menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup. Keempat menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang secara syari,” ujarnya.
Kelima menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau waktunya. Maka, lanjutnya, media sosial digunakan untuk amar makruf nahi munkar yang menjamin dan mengatur kebebasan ekspresi, tidak digunakan untuk mengolok-olok orang lain, dan melarang menebarkan kebencian dan berita palsu.
“Kebebasan berpendapat di media sosial, aplikasi chatting dan sebagainya dibatasi dengan UU ITE. Artinya, masyarakat harus menyadari bahwa postingan-postingan yang sifatnya menyinggung orang lain, mencemarkan nama baik, bisa melanggar Undang-undang,” katanya.
Jadi, tegasnya, berhati-hatilah berbicara atau menulis di media sosial.
Etika Menulis di Media Sosial
Roudhotul mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika menulis di media sosial. Pertama penggunaan huruf kapital. Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEIB), huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat, huruf pertama unsur nama orang.
“Ketiga huruf pertama nama agama, kitab suci, keempat huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, kelima huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, keenam huruf pertama awal kalimat dalam petikan langsung,” ujarnya.
Dia memaparkan, contoh DISAMPAIKAN KEPADA PESERTA KAJIAN REMAJA PUTRI UNTUK SEGERA MENGAHADIRI KAJIAN, ACARA SEGERA DIMULAI. Bandingkan dengan Disampaikan kepada peserta kajian remaja putri untuk segera menghadiri kajian, acara segera dimulai.
Tanda Baca
Roudhotul menuturkan penempatan tanda baca pun harus mendapat perhatian. Tanda baca seperti titik (.), koma (,), petik dua (“), titik koma (;), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). Tanda tanya (?) yang terdapat pada akhir kalimat tanya, sesuatu yang memerlukan jawaban
“Tanda seru (!) yang dipakai sesudah ungkapan dan pernyataan yang berupa seruan atau perintah, yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat. Contoh Siapa yang mengajar hari ini???? Bandingkan, Siapa yang mengajar hari ini? Saya ingin ke rumahmu, ibu ada. Bandingkan, Saya ingin ke rumahmu, ibu ada?”
Menyingkat Kata
Roudhotul memaparkan penyingkatan kata dalam menulis di media sosial. Mulai dari menyingkat kata nama, gelar, dan jabatan. Misal, Sarjana Pendidikan menjadi S.Pd., menyingkat nama lembaga. Misal Pimpinan Cabang Nasyitul Aisyiyah menjadi PCNA, menyingkat lambang kimia, satuan timbangan dan takaran. Misal Kilogram menjadi Kg., dan menyingkat kata lainnya. Misal Dan lain lain menjadi dll.
“Contoh yang salah, Hdpq bersm klrgaq sdh bhgia, tak perlu pa2 lgi. Hai pr netizn urslh hdp kln msg2 jng urs hdpx org ln. Yang benar, Hidupku bersama keluargaku sudah bahagia, tidak perlu apa-apa lagi. Hai para netizen uruslah hidup kalian masing-masing jangan urus hidupnya orang lain,” tandasnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.