PWMU.CO – Lima kriteria untuk menjadi wanita shalihah disampaikan Ustadz Hidayatul Rokhman Lc pada Pengajian Nasyiatul Asiyiyah (NA) Cabang Tanggul, Jember, Sabtu, (12/3/2022).
Pengajian yang diselenggarakan pukul 13.00 WIB kali ini berbeda dengan pekan-pekan sebelumnya. Jika biasanya langsung diisi dengan kajian dan info organisasi, namun dalam pekan ini, sebelum kajian, kader-kader NA diajak untuk berdonasi dalam pembangunan gedung PAUD Dinar Nasyiah yang sudah dimulai sejak awal Bulan Maret.
Donasi kali ini memanfaatkan Sedekah Shubuh yang dikumpulkan di toples setiap harinya. Donasi ini nantinya akan diserahkan ke donatur pembangunan setiap satu pekan sekali.
Ide ini dicetuskan oleh Ayunda Hanifah, Bendahara PCNA Tanggul dan disetujui oleh seluruh pimpinan serta ketua pembangunan gedung PAUD Dinar.
Sebelum memulai kajian, Hanifah menyerahkan toples sedekah shubuh ke salah satu anggota Nasyiatul Aisyiyah yang diwakili oleh ayunda Pipiet Palestin Amurwani.
Setelah itu, kajian dimulai dengan pembacaan al-Quran dan terjemah, serta dilanjutkan oleh ustadz Hidayatul Rokhman Lc dengan materi cara menjadi wanita sholihah.
Sebelum ke pokok kajian, Ustadz Maman berkisah tentang kedudukan para perempuan di zaman jahiliyah. Pada saat itu, kedudukan perempuan dipandang sebelah mata, bahkan termasuk aib jika seseorang melahirkan anak perempuan.
“Maka dari itu, dulu mereka dengan sengaja melenyapkan anak perempuan ketika lahir, dan sebaliknya membanggakan anak laki-laki. Namun setelah islam datang, kedudukan perempuan dan laki-laki setara dalam keimanan,” terangnya.
Lima Kriteria Menjadi Wanita Sholihah
Ustadz Maman menerangkan, ada lima kriteria yang bisa dicapai untuk menjadi wanita sholihah.
Pertama, seorang perempuan seharusnya mampu menjadi da’iyah, yaitu mengajarkan kebaikan dan bisa mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik dalam segala kondisi terutama dalam keluarga.
“Kedua, perempuan yang abidah, atau ahli ibadah. Sejatinya, seorang perempuan itu harus bisa ibadah agar mampu memberi contoh kepada keluarga, ibadah itu harus dilakukan ikhlas dan sesuai ajaran Rasulullah,” katanya.
Ketiga, perempuan harus bisa menjadi murobiyah atau seorang guru, baik dalam keluarga atau masyarakat luas.
“Penting bagi seorang ibu untuk menjadi guru bagi anak-anaknya, agar mampu membentuk karakter anak sesuai dengan karakter-karakter islami. Karena karakter seorang anak di bentuk di dalam rumah,” tuturnya.
Keempat, perempuan harus berilmu. Jika di poin ke tiga seorang perempuan harus bisa menjadi guru, maka sudah menjadi hal wajib jika seorang perempuan harus berilmu, terutama ilmu agama.
“Kelima, perempuan harus bisa menjadi sahida atau tidak berlebih-lebihan mencintai dunia, boleh kaya tapi tidak hedonis,” terang Ustadz Maman.
Terakhir, Ustadz Maman menuturkan, sebuah pernikahan itu dibentuk dengan dua tujuan yaitu sebagai kaderisasi dan uswatun khasanah.
Cara Menasehati Suami
Setelah memaparkan kajiannya, ada salah satu pertanyaan yang menarik dari ayunda Nur Sabaha.
“Ustadz, laki-laki itu kan punya gengsi ketika dinasehati atau diajari oleh perempuan, yang mana perempuan ini adalah istrinya. Bagaimana menasehati suami secara halus agar tidak menyingung gengsi dari pada suami itu sendiri?” tanya Nur Sabaha.
Lalu Ustadz Menjelaskan, setiap suami memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga kita harus jeli melihat karakter suami, agar kita bisa memberi nasehat tanpa benar-benar menasehati secara langsung.
“Sebagai contoh, ketika suami mempunyai kebiasaan makan sambil berdiri, maka saat waktu makan kita menyiapkan tempat duduk yang mudah dijangkau, sehingga suami bisa duduk dengan nyaman saat makan,” kata Ustadz Maman.
Kajian NA ditutup dengan dzikir sore serta dilanjutkan makan bersama. Kajian kali ini dilaksanakan di rumah Ustadzah Rikse Zeiniyeh yang merupakan bendahara SD Muhammadiyah 1 Tanggul, salah satu sekolah islam favorit di Jember. (*)
Penulis Dyah Ayu Kusumastuti Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni