Bulan Syaban, Peringatan untuk Pemimpin yang Lalai oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Tidak ada orang yang lebih utama kecuali yang terjaga di saat yang lain terlelap. Tidak ada yang lebih laknat kecuali orang yang ketika amalnya dilaporkan kepada Allah, dia dalam keadaan maksiat.
Barangkali itu maksud hadits Usamah bin Zaid ketika bertanya kepada Rasulullah saw
”Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Syaban.”
Rasulullah saw menjawab
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
”Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Rabb semesta alam. Saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.”
Hadits riwayat an-Nasa’i, Ahmad dan al-Albani menghasankan.
Bulan Syaban memang istimewa. Meskipun bulan ini tidak termasuk di antara empat bulan haram (At-Taubah: 36). Namun Rasulullah memperlakukannya secara spesial.
Paling tidak ada dua keutamaan yang terkandung di dalamnya sebagaimana ditunjukkan dalam hadits di atas. Yaitu peringatan kepada orang yang lalai dan menjadi orang yang selalu dalam kebaikan dan amal saleh.
Pertama, peringatan bagi yang lalai
Bulan Syaban berada di antara bulan Rajab – bulan haram yang di dalamnya tersebar kemuliaan dan peristiwa besar yang mengguncang iman. Yaitu Isra Mikraj – dan bulan Ramadan yang penuh keagungan yang didalamnya ada kewajiban puasa.
Syaban yang diapit oleh dua bulan hebat ini seringkali dilupakan. Rasulullah mengajarkan agar kita menjadi orang yang ingat di antara orang-orang yang lupa.
Imam Ibnu Rajab menyebutnya sebagai keutamaan. Bagaimana tidak? Di saat yang lain lalai, dia sadar. Di saat yang lain tidur, dia bangun, di saat yang terdiam dia berteriak.
Kesadaran muncul di tengah kealpaan adalah kesadaran orang orang saleh. Dalam dunia esoteris kesadaran semacam ini mewujud dalam bentuk perilaku kesalehan spiritual. Mereka berpuasa, beribadah malam, berdzikir dan membaca al-Quran di tengah manusia hedonis, serakah, dan fokus kepada kenikmatan dunia.
Jika kesadaran ini dibawa ke ranah kehidupan sosial ia akan menjadi penerang di tengah kegelapan dan suluh di antara kebobrokan moral.
Kita seringkali menjumpai ada orang yang berani tampil menegakkan kebenaran di saat yang lain menghancurkannya. Umat Islam adalah umat terbaik yang menjadi teladan kebaikan dan peradaban yang ditampilkan di tengah manusia culas dan cacat moral.
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Ali Imran: 110)
Hari-hari ini kita melihat banyak orang yang lupa. Seorang presiden lupa untuk apa dia menjadi presiden sampai dia telah disumpah di atas kitab suci. Lupa janji-janjinya di saat kampanye.
Lupa berapa periode seharusnya menjabat dan lupa menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Celakanya lupa ini diikuti oleh pengikut dan pemujanya sehingga lupa pula mengingatkannya.
Para anggota DPR lupa untuk apa dia dipilih oleh kostituennya. Aparat keamanan lupa tugasnya menjaga keamanan dan membuat rakyat tenang hidupnya. Ketua parpol lupa untuk apa partainya ada. Kaum cerdik pandai lupa tugas kecendekiawanannya sehingga melacurkan integritas intelektualnya. Lupa massal telah menjadi penyakit kronis yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa.
Munculnya Pengingat
Agar tidak terus lupa,perlu ada orang yang berani mengingatkan. Mereka adalah para pemberani di antara kaum penakut, pemenang di tengah para pecundang.
Muadzin yang meneriakkan kebenaran saat pagi menjelang. Jumlah mereka tidak banyak. Bisa dihitung jari. Namun suaranya melengking dan memerahkan telinga para pejabat korup dan penguasa tiran. Meskipun jumlahnya sedikit namun mereka menduduki posisi istimewa di dalam kehidupan manusia karena menjadi pemberi peringatan adalah mengikuti jejak para nabi yang sepantasnya memperoleh derajat keutamaan.
Utama beramar makruf nahi munkar di tengah masifnya amar munkar nahi makruf. Mengingatkan orang yang lupa diri, rakus kekuasaan, dan tamak jabatan adalah perilaku utama dan tugas kerasulan.
رُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا
Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (An-Nisa: 165)
Kedua, pentingnya menjaga amal saleh dan kebaikan
Nabi Muhammad saw mengatakan, ”Aku ingin ketika amalku diangkat ke langit, aku dalam keadaan puasa.”
Tidak ada manusia yang lebih celaka kecuali mereka yang ketika diangkat amalnya ke langit dalam keadaan maksiat dan berkubang dosa.
Manusia seringkali kurang perhatian terhadap amal perbuatannya. Sifat lalainya mendorongnya sembrono dalam berperilaku. Bahkan di antaranya tidak peduli sehingga perbuatannya mengulang maksiat dan menzalimi diri sendiri.
Ia lupa bahwa di kanan kirinya ada Raqib Atit yang selalu mengawasi dan melaporkan amalnya kepada Rabb al alamiin. Alangkah hina dan laknatnya seseorang di saat malaikat mengangkat amaliyahnya, dia justru bergelimang dalam maksiat dan dosa.
Bulan Syaban ini menjadi pengingat kita semua agar selalu waspada dan banyak melakukan ibadah puasa agar mendapatkan penilaian yang baik dari Allah swt saat malaikat melaporkan amalnya.
Nabi tidak ingin umatnya bergelimang dosa ketika malaikat melaporkan perbuatannya, karenanya dia memberi contoh kepada umat agar selalu menjaga amalnya dengan melakukan puasa Syaban. Puasa menciptakan kesadaran. Memastikan kesiapannya menghadapi monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh malaikat.
Betapa laknatnya seseorang ketika malaikat mengangkat amalnya kepada Allah, ia dalam keadaan korupsi, mengkhianati janji, berbuat syirik dan membunuh manusia tanpa ada belas kasih sama sekali.
Sekiranya ia sempat melakukan dosa dan maksiat selayaknya segera sadar dan beristighfar dan kembali kepada jalan kebenarannya.
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (Ali Imran: 135)
Ada baiknya dua keutamaan ini kita jadikan perilaku dan persiapan menuju Ramadhan 1443 H yang beberapa hari lagi kita jelang. (*)
Editor Sugeng Purwanto