Kasus TB Indonesia Tinggi , Dokter Ini Sadarkan Calon Kader, laporan Sayyidah Nuriyah, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Manajer Pelayanan Tuberkulosis (TB) Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik (RSMG) dr Desi Yudha Riantama menjabarkan pentingnya penemuan kasus TB oleh kader TB.
Di hadapan peserta Pelatihan Kader TB yang terdiri dari 54 guru TK Aisyiyah se-Kabupaten Gresik, dr Yudha—sapaan akrabnya—mengungkap, penemuan TBC di Kabupaten Gresik sebenarnya sudah bagus.
“Meningkat di tahun 2019. Tapi gara-gara Covid, terjadi penurunan 32 persen penemuan TB tahun 2020,” jelasnya.
Dia menyatakan, penurunan temuan itu akibat menurunnya angka kunjungan pasien ke fasyankes, tidak ada investigasi kontak, dan kegiatan pencarian kasus aktif.
Dalam prosesnya, dr Yudha mengungkap TB anak menjadi sasaran utama investigasi. “Karena anak yang sakit TBC umumnya tertular dari orang dewasa dengan TBC infeksius di sekitarnya,” terangnya.
Maka, sambungnya, jika anak sakit TB, selain memberi pengobatan yang tepat pada anak, perlu juga menginvestigasi orang dewasa yang berkontak dengan anak itu. “Untuk mencari sumber penularan dan memberikan tata laksana yang sesuai,” imbuhnya.
Kasus Tinggi di Indonesia
Merujuk Global TB Report 2020, dr Yudha mengatakan, perkiraan kasus TB di Indonesia sebesar 845 ribu orang. “Kasus TB di Indonesia merupakan kasus terbesar kedua setelah India, dengan cakupan pengobatan hanya sebesar 67 persen,” ungkapnya.
Adapun sisanya yang belum ditemukan, kata dia, menjadi sumber penularan TB di masyarakat. “Keadaan ini merupakan tantangan besar bagi program penanggulangan TBC di Indonesia,” lanjut Kepala Bagian Pelayanan Medis itu.
Belum lagi, tingginya penularan TB—atau disingkat juga dengan TBC—menimbulkan komplikasi dengan penyakit HIV yang perkiraannya mencapai 19 ribu orang. Selain itu, dr Yudha mengungkap, perkiraan kasus kematian akibat TB di Indonesia mencapai 96 ribu kasus setiap tahunnya.
Melihat angka itu, dr Yudha menegaskan pentingnya memperhatikan kasus TB. Ini sejalan dengan komitmen presiden RI dalam mengelilingi TB. “Pelacakan secara agresif untuk menemukan penderita TBC,” ujarnya menekankan arahan Ir Joko Widodo.
Peran serta masyarakat pun dipertegas pada Perpres 67/2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Wakil Presiden Prof Dr K H Ma’ruf Amin mengarahkan untuk meningkatkan intensitas edukasi, komunikasi, dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penyakit TBC.
Dukungan CSO dan CSR
Kader TB tidak berjuang sendirian. Dokter Yudha menyebutkan beberapa corporate social pesponbility (CSR) dan civil society organization (CSO) yang mendukung penanggulangan TB di Kabupaten Gresik.
Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera cabang Gresik dan Batas Petir misalnya. Yayasan yang pertama, melakukan deteksi dini dan desiminasi informasi untuk mengurangi stigma.
Sedangkan Batas Petir merupakan mantan pasien TB yang mendampingi pasien TB untuk aktif berobat. Mengingat, kata dr Yudha, proses pengobatan TB memang panjang dan menantang.
Sebab, dia mengisahkan, kalau dokter sekadar menghubungi via chat untuk memastikan apakah pasien sudah minum obat setiap hari, pasien bisa bohong mengatakan sudah. Padahal ketika kontrol, obatnya diketahui masih utuh atau hanya diminum beberapa saja.
Sedangkan untuk CSR, dr Yudha menyebutkan dua perusahaan yang aktif membantu. Pertama, PT Petrokimia Gresik. Upayanya meliputi pendekatan/intervensi germas (gerakam masyarakat hidup sehat), memberi gizi tambahan bagi pasien TBC, dan memperbaiki sanitasi lingkungan.
Kedua, PT Smelting. Perusahaan ini aktif memberi PMT setiap hari dengan diantar ke rumah pasien TB. Selain itu juga memperbaiki ventilasi rumah (bedah rumah khusus ventilasi).
Berdasarkan hal-hal penting yang telah ia jelaskan, dr Yudha menegaskan, Program Penanggulangan TB mengubah strategi penemuan pasien TB tidak hanya secara pasif dengan aktif promotif, tapi juga melalui penemuan aktif secara intensif dan masif berbasis keluarga dan masyarakat. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni