Menyambut Ramadhan antara Pengusaha, Politikus, dan Salehin oleh Bahrus Surur-Iyunk, Wakil Ketua PDM Sumenep. Penulis buku-buku motivasi Islam.
PWMU.CO– Sebulan sebelum Ramadhan tiba, sudah banyak orang menyebar tulisan menyambut kedatangan bulan mulia itu. Di TV pun sudah muncul iklan roti kaleng dan sirup yang identik dengan suasana Idul Fitri. Begitu juga iklan obat maag dan obat kumur.
Pejabat, politikus, pengusaha ikutan mengucapkan Marhaban ya Ramadhan, Ramadhan telah tiba, Ramadhan Mubarak, dan sebagainya. Semua seakan bersuka cita menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Ramadhan datang membawa berkah bagi semua orang. Pengusaha menyambut Ramadhan dengan iklan berharap produknya laris. Pejabat dan politikus menyemarakkan bulan suci semoga makin religius, jujur, dan tidak korupsi.
Semoga tidak ada menteri makin linglung gara-gara minyak goreng sehingga bertanya kepada rakyat pilih mana minyak goreng murah tapi langka atau harga mahal tapi barang ada. Apalagi seperti emak-emak ketua partai menawarkan solusi minyak goreng langka dengan demo masak mengukus dan merebus.
Takmir masjid, aktivis kampus, Ormas keagamaan menyambut suka cita Ramadhan dengan membersihkan masjid, mengganti spiker, dan mengadakan pengajian tarhib Ramadhan. Inilah yang dalam bahasa Islam disebut tahniah, perasaan senang dan bahagia saat datang bulan suci Ramadhan.
Dulu saat hendak datang bulan suci Ramadhan, Rasulullah bersama para sahabatnya menyambutnya dengan benar-benar mempersiapkan diri untuk kedatangannya.
Persiapan Rasulullah tersebut bukan hanya bersifat jasmani, melainkan paduan jasmani dan rohani. Sebab puasa sebagaimana ibadah yang lain adalah paduan ibadah jasmani dan rohani. Ibadah paling berat di antara ibadah wajib lainnya.
Karenanya puasa Ramadhan disyariatkan paling akhir di antara ibadah fardhu lainnya. Persiapan jasmani tersebut dilakukan oleh Rasulullah saw melalui puasa Senin-Kamis dan puasa hari-hari putih atau ayyam bidh tanggal 13,14 dan 15 setiap bulan Hijriyah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw senantiasa puasa Senin dan Kamis. ”Wahai Rasul, engkau senantiasa puasa Senin dan Kamis.” Beliau menjawab, ”Sesungguhnya setiap hari Senin dan Kamis, Allah swt mengampuni dosa setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan. Allah berfirman, Tangguhkanlah keduanya sampai keduanya berdamai.” (HR Ibnu Majah)
Dalam kaitannya dengan puasa tiga hari setiap bulan, ayyam bidh, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Dzar Al-Ghifari ra, “Wahai Abu Dzar, jika engkau ingin berpuasa setiap bulan, maka puasalah tanggal 13,14, dan 15.” (HR Tirmidzi)
Rasulullah menyambut Ramadhan dengan pembiasaan shalat tahajud setiap malam serta zikir setiap waktu dan kesempatan. Bahkan shalat Tahajud yang hukumnya sunah bagi kaum muslimin seperti wajib bagi pribadi Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Aisyah ra yang bertanya kepada Rasulullah mengenai pembiasaan shalat Tahajud, padahal dosa-dosa Nabi telah diampuni oleh Allah swt, Rasulullah saw menjawab dengan kalimat yang sangat indah, ”Apakah tidak boleh aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?”
Persiapan Puasa
Memasuki bulan Sya’ban, Rasulullah meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah puasa, qiyamul lail, zikir dan amal salehnya. Peningkatan tersebut dikarenakan semakin dekatnya bulan Ramadhan yang akan menjadi puncak aktivitas kesalehan dan spiritualitas seorang muslim.
Jika biasanya dalam sebulan Rasulullah berpuasa rata-rata 11 hari, maka di bulan Sya’ban berpuasa hampir sebulan penuh. Dikisahkan oleh Aisyah ra, ”Rasulullah banyak berpuasa (di bulan Sya’ban) sehingga kita mengatakan, beliau tidak pernah berbuka dan aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah banyak berpuasa (di luar Ramadhan) melebihi Sya’ban.” (HR Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat Usamah bin Zaid ra dikatakan, ”Aku bertanya kepada Rasul, Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu banyak berpuasa seperti di bulan Sya’ban?’ Beliau menjawab, ’Sya’ban adalah bulan yang dilupakan manusia, letaknya antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan tersebut amal manusia diangkat (ke langit) oleh Allah swt dan aku menyukai pada saat amal diangkat aku dalam keadaan berpuasa.’ (HR An-Nasa’i)
Maka hanya persiapan yang baiklah yang akan mendapat hasil yang baik. Demikian pula sebaliknya. Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk mempersiapkan diri di bulan Sya’ban, sehingga memperoleh hasil yang maksimal di akhir Ramadhan.
Jika kita mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, berarti kita benar-benar menunggu bulan Ramadhan. Bisa jadi, inilah Ramadhan terakhir kita. Keikhlasan dan kesungguhan akan sangat menentukan kualitas Ramadhan kita. Wallahu a’lam.
Editor Sugeng Purwanto