PWMU.CO – DPR Ingatkan Kemendikbudristek Jangan Abaikan Madrasah. Tidak dicantumkannya madrasah dalam RUU Sisdiknas telah memicu kegaduhan. Seharusnya Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyadari masalah agama itu sesuatu yang sublim. Sebagai bangsa religius, agama tidak hanya mengakar mendalam di fikiran tetapi juga di hati terdalam rakyat Indonesia.
“Saya tak segan mengingatkan Kemendikbudristek melalui raker di Komisi X agar berhati-hati terutama dalam melakukan perubahan penyelenggaraan pendidikan, apalagi terkait dengan masalah keagamaan,” ungkap Prof Zainuddin Maliki, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PAN, Selasa (29/3/2022).
Pihak Kemendikburistek sendiri sudah mengklarifikasi tidak bermaksud menghapus madrasah dalam draft yang dibuatnya. Seperti dijelaskan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Anindito Aditomo, madrasah dimasukkan di penjelasan bukan di pasal RUU Sisdiknas.
Hal itu dilakukan menurutnya agar lebih fleksibel dan dinamis.
Tapi menurut Zainuddin Maliki, justru seharusnya Kemendikbudristek memperhatikan azas penyusunan undang-undang yang baik. “Dalam menormakan sebuah pasal dalam undang-undang harus memenuhi azas lex stricta dan juga lex certa,” ungkap legislator PAN yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu.
Azas lex stricta dalam menyusun undang-undang mengharuskan pasal ditulis zecara jelas dan dapat dimaknai secara rigid.
“Tidak boleh diperluas sehingga menimbulkan analogi dan atau multi makna,” ungkapnya.
Asas Penyusuan Undang-Undang
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menegaskan, penyusunan undang-undang juga harus memenuhi asas lex certa sehingga dalam menormakan aturan ke dalam pasal undang-undang harus mengedepankan pentingnya kepastian sebagai tujuan hukum. Jaminan kepastian ini penting di samping berbicara tentang nilai-nilai seperti keadilan dan kemanfaatan.
Dengan demikian, ujarnya, semua masalah yang hendak diatur normanya harus bisa dirumuskan secara tegas dalam pasal undang-undang dan tidak boleh menimbulkan analogi atau tafsir.
“Oleh karena itu seharusnya Kemendikbudristek memasukkan jenis pendidikan yang tegas ke dalam pasal RUU Sisdiknas dan sedapat mungkin tidak perlu menambahkan penjelasan,” kata Pemasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur itu.
Pembaharuan undang-undang juga jangan sampai mengabaikan aspek filosofi dan nilai yang hidup di masyarakat. Asas dan normanya pun harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai ke-Indonesia-an lainnya. Tidak bisa diungkiri, madrasah adalah salah satu identitas dan jatidiri bangsa Indonesia.
“Sebuah keniscayaan, eksistensi madrasan harus dijaga. Tidak boleh dinafikan begitu saja dengan gampang. Jadi urgen untuk dinormakan dalam pasal undang-undang dan bukan sekedar dalam penjelasan,” tegasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni