Kisah orang mati di kasur masuk surga duluan dalam kajian bulanan PCM Candi. Liputan Mahyuddin, kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
PWMU.CO – Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Candi menggelar pengajian rutin bulanan di Masjid Baiturrahman, Durungbedug, Candi, Sidoarjo, Ahad (27/3/22).
Kegiatan yang dimulai pada pukul 06.15 itu menghadirkan Ustadz Wafi Marzuqi Ammar Lc MA PhD sebagai pembicara. Membawakan tema “Sunnah-Sunnah yang Ditinggalkan di Bulan Ramadhan”, Ustadz Wafi mengawalinya dengan mengajak para jamaah untuk menata niat.
“Marilah menata niat ketika mengikuti kajian pagi ini, karena setiap orang mendapatkan pahala dari apa yang diniatkan,” ujarnya.
Nabi Muhammad, lanjut dia, memberikan contoh tentang hijrah dari Makkah ke Madinah. Di mana yang satu hijrah karena Allah dan Rasulullah, sedangkan satunya niat karena perdagangan atau menikahi wanita.
“Secara jasad sama-sama hijrah, tetapi dari niat berbeda, yang satu niat hanya dunia. Mengikuti kajian ini ayo diniatkan cari ilmu, kumpul dengan orang shalih, silaturahim, meniatkan menghabiskan sisa usia untuk kebaikan, bukan karena sungkan atau ingin dipuji,” ujarnya.
Menjelang bulan puasa, Ustadz Wafi tak lupa memberi semangat terkait bulan Ramadhan. “Bulan Ramadhan bagi kaum muslimin bukan bulan yang sembarangan. Bulan yang penuh berkah, yakni saat al-Quran diturunkan, ada lailatul qadar, dan juga setan-setan dibelenggu. Bagaimana caranya mengisi bulan istimewa ini? Jangan sampai amal-amal bulan Ramadhan sama dengan bulan-bulan lainnya, di bulan Ramadhan ibadah harus lebih bersemangat,” ungkapnya.
Kisah Orang Mati di Kasur
Ustadz Wafi lalu menjelaskan sebuah kisah yang diriwayatkan Imam Ahmad. Ada dua orang yang masuk Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW. Keduanya bukan dari Madinah, namun dari kota yang jauh dan butuh pekerjaan serta makanan. Sedangkan Nabi Muhammad tidak punya itu. “Maka ditawarkan ke para sahabat, ‘siapa dari kalian yang mau merawat dua orang ini?’ Akhirnya kedua orang ini Ikut sahabat yang bernama Thalhah bin Ubaidillah,” jelasnya.
Pada tahun pertama, orang yang satu meninggal syahid fi sabilillah. Pada tahun selanjutnya, orang kedua meninggal biasa di atas kasurnya. Thalhah bin Ubaidillah bermimpi, orang yang mau masuk surga dipanggil satu-satu, ternyata orang kedua yang mati biasa dipanggil duluan untuk masuk surga. “Padahal matinya biasa. Yang mati syahid baru dipanggil kemudian masuk surga,” paparnya.
Thalhah bin Ubaidillah terkejut. Bukankah orang yang mati syahid lebih banyak pahalanya. Lalu ditanyakan mimpi tersebut ke Rasulullah. “Rasulullah menjawab, ‘apa yang kamu herankan, bukankah orang kedua berkesempatan puasa ramadhan, bukankah dia sudah shalat sebanyak 6000 rakaat. Jika bisa fokus ibadah di bulan Ramadhan bisa mengalahkan pahala orang yang mati syahid,” terang Ustadz Wafi.
Sunnah-Sunnah Ramadhan
Adapun sunnah-sunnah di bulan Ramadhan, dijelaskan Ustadz Wafi sebagai berikut. Pertama, menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Kalau mendengar adzan langsung makan, yang utama makan ruthab, yaitu kurma setengah matang. Jika tidak makan ruthab bisa kurma dengan bilangan ganjil. Jika tidak bisa dengan air putih.
“Jangan lupa ketika berbuka didahului dengan berdoa terlebih dahulu. Makan sahurlah, karena di dalam makan sahur ada keberkahan. Makan sahur yang paling bagus yaitu diakhirkan,” jelasnya.
Kedua, membaca al-Quran, yang itu sebetulnya wajib bagi seorang muslim. Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan, maka sepatutnya kita memperbanyak bacaan al-Quran pada bulan Ramadhan.
“Pada bulan Ramadhan, Rasulullah juga tadarus bersama malaikat Jibril. Membaca al-Quran membawa banyak kebaikan. Kalau belum bisa mengaji, setidaknya ada ikhtiar untuk belajar,” pesannya.
Ustadz Wafi kemudian menyitir hadits riwayat At-Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja membaca satu huruf dari Kitabullah (al-Quran), maka dia akan mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. Aku tidak mengatakan alif lâm mîm satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, lâm satu huruf, dan mîm satu huruf”.
Ketiga, lanjutnya, adalah banyak sedekah. Salah satu caranya yaitu memberi makan orang yang berpuasa. Berilah makanan yang layak, juga memberikan makanan yang paling bagus sekalian. Sedekah semakin bagus dan layak maka semakin banyak pahalanya, kalau bisa makananya ada buahnya, ada rotinya, pokoknya kalau bisa lengkap.
“Kalau bermuamalah sama Allah jangan pernah perhitungan. Rasulullah itu orang yang paling dermawan. Ketika datang Ramadhan jauh lebih dermawan. Kata sahabat, kedermawanan beliau jauh lebih cepat dari angin yang berhembus. Sedekah bisa juga dalam wujud menyediakan sandal di masjid untuk berwudhu, al-Quran, buku-buku bacaan, mukenah atau laundry mukenah secara berkala,” kata Ustadz Wafi.
Keempat, sambungnya, adalah iktikaf. Ibadah iktikaf yang dilakukan nabi itu sepuluh hari penuh saat malam terakhir di masjid. Fokus berkhalwat sama Allah, memfokuskan ibadah sama Allah, bisa shalat, membaca al-Quran. “Jika setahun sudah sibuk mengurusi dunia, kita kalau bisa menyempatkan sepuluh hari terakhir bisa fokus sama Allah. Kita belum tentu menemui Ramadhan pada tahun selanjutnya,” terangnya
Agen Pemersatu Umat
Jihad, kata Ustadz Wafi, menjadi yang kelima. Rasulullah berjihad itu dengan memerangi kaum kafir, dilakukan pada saat bulan Ramadhan maupun di luarnya. Perang badar, Fathul Makkah terjadi di bulan Ramadhan.
“Maka kalau puasa jangan lemas. Para sahabat saat puasa dilakukan sambil berperang. Kalau sekarang jihadnya tidak perang, tapi marilah kita menjadi agen pemersatu umat,” tuturnya.
Keenam, lanjutnya, adalah Qiyamu Ramadhan atau shalat malam. Bisa dilakukan di masjid setelah shalat Isya lalu ditutup dengan witir. Pada malam harinya bisa ditambahkan shalat tahajud tanpa witir.
Terakhir, kata dia, memperbanyak amal salih, melupakan kesalahan orang, selalu beristighfar terus, dan senyum terus. “Janganlah kamu meremehkan suatu kebaikan sedikitpun, walaupun sekadar bertemu saudaramu dengan wajah berseri,” ujarnya mengutip hadits riwayat.
Selain sunnah-sunnah yang perlu dilakukan di bulan Ramadhan, kata dia, umat muslim juga harus mengetahui hal-hal yang bisa membatalkan puasa. “Kita biasanya fokus yang membatalkan puasa secara lahir saja, seperti puasa dianggap selesai kalau tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan suami istri. Tetapi perlu diingat, ada pembatalan puasa secara maknawi, misalnya membicarakan orang, memakan sesuatu yang haram, mengambil barang orang lain, dan berjualan tetapi curang,” pungkasnya. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.