Pak Bill dan Pak Amien, kolom oleh Dhimam Abror Djuraid.
PWMU.CO – Dua orang profesor itu berasal dari dua wilayah yang dipisahkan oleh jarak 16 ribu kilometer menyeberangi Samudera Pasifik. Satu di Yogyakarta, lainnya di Ohio, Amerika Serikat. Tetapi keduanya seperti disatukan oleh keprihatinan yang sama. Prof Amien Rais di Yogyakarta dan Prof R. William Liddle di Amerika, secara hampir bersamaan memberikan refleksinya mengenai kondisi politik mutakhir di Indonesia.
Amien Rais dengan gayanya yang khas menohok, mengingatkan Presiden Joko Widodo supaya menghentikan tindakannya yang megalomanian dengan menggelindingkan wacana penambahan jabatan kepresidenan tiga periode. Amien menyebut Jokowi terkena sindrom paranoid dan menyarankan supaya memeriksakan diri ke psikolog.
Pak Bill–begitu Prof Liddle biasa disapa koleganya di Indonesia—dengan lebih halus mengingatkan kemungkinan kekuasaan Jokowi akan berakhir dengan tragedi jika memaksakan perpanjangan tiga periode. Pak Bill mengutip kepemimpinan Sukarno dan Soeharto yang berakhir dengan tragedi karena terjadinya pelanggaran demokrasi secara telanjang.
Pak Amien, veteran pejuang reformasi, mempunyai pengalaman langsung ketika berhadapan dengan rezim otoriter Soeharto. Amien menjadi salah satu tokoh sentral dalam proses kejatuhan Soeharto. Dalam gerakan reformasi 1998 itu Amien berani menantang Soeharto yang ketika itu berada pada puncak kekuasaan.
Ketika itu Amien masih muda, kuat, dan seolah tidak mengenal takut. Sekarang, Amien Rais sudah berusia 78 tahun, terlihat sepuh tapi tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti dari aktivisme politik. Energinya tetap menyala setiap kali melihat kekuasaan yang dianggapnya menyimpang dari garis demokrasi.
Kritik Wacana Tiga Periode
Amien mendirikan Partai Ummat dan menjadi ketua majelis syuro yang sangat berpengaruh. Dalam video resmi partai yang dirilis Sabtu (2/4/22) Amien dengan tegas menolak wacana kepresidenan tiga periode. Dengan tegas Amien menyebutkan bahwa pasangan Jokowi-Luhut harus berakhir pada 2024.
Amien pasti sengaja memakai istilah ‘’Pasangan Jokowi-Luhut’’ dan tidak menyebut ‘’Jokowi-Ma’ruf Amien’’. Ini memang gaya khas Amien setiap kali membuat pernyataan politik. Selalu tajam dan tidak pakai basa-basi.
Menyebutkan nama Luhut dengan terbuka berarti Amien membeber kepada publik bahwa wacana tiga periode ini muncul dari Luhut. Jokowi memang bersikap pasif dengan menyampaikan beberapa kali pernyataan yang bersayap. Tetapi, jelas terlihat bahwa Jokowi menunggu gelombang sambil mengukur kedalaman air.
Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan harus selesai masa jabatannya pada 2024 mendatang. Sehingga jangan lagi ada wacana perpanjangan jabatan kepala negara yang jelas menabrak konstitusi.
Bagi Amien perkembangan politik ini seperti sebuah ‘’déjà vu’’ sebuah pengalaman yang terulang kembali. Ia mengalaminya semasa Orde Baru. Ia melihat wacana perpanjangan tiga periode ini sama seperti era Orde Baru yang berusaha memperpanjang kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.
Dia tegas menolak dan menyebut rekayasa itu sebagai kejahatan politik, political crime. Ditegaskan, tidak boleh lagi dua oknum ini lantas menggerakkan berbagai cara, kebulatan tekad ala Orde Baru. Masih terngiang-ngiang rakyat kita dibodohi, ditekan, diancam untuk mengegolkan tujuan politik yang sesungguhnya jahat.
Amien melihat ada gejala paranoid dalam rezim ini. Perpanjangan masa jabatan digelindingkan karena adanya ketakutan, selalu merasa tidak aman terhadap pemimpin berikutnya. Karena itu kemudian digunakan cara-cara Orde Baru, seperti bujuk rayu terhadap masyarakat untuk mendapatkan dukungan, seolah-oleh hanya Jokowi saja yang mampu menyelamatkan Indonesia.
Ciri rezim paranoid, kata Amien, adalah tidak pernah merasa secure, kemudian menutupi kelemahannya dengan menggertak, mengancam, mengerahkan massa yang masif. Pernyataan sikap dari sekumpulan kepala desa yang mendukung tiga periode adalah contohnya.
Pola yang sama oleh Amien bakal dilakukan dengan menggerakkan asosiasi-asosiasi dan kumpulan tertentu seperti petani, nelayan, buruh, pegawai negeri, pensiunan, dan kelompok-kelompok lain dari berbagai komponen.
Baca sambungan di halaman 2: Pak Bill Tak Kalah Keras