Kaya di Mata Internasional
Dia menduga, asal mula Muhammadiyah bisa punya sister organization di Uganda karena dia pernah seminar di Kenya. “Salah satu pembicaranya orang Uganda yang mendapat beasiswa S2 dan S3 dari pemerintah Indonesia di UGM,” terangnya.
Orang itu berasal dari kalangan elit di Uganda. Tanahnya luas. Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP itu, kata Prof Mu’ti, ialah mahasiswa dari Amien Rais dan Yahya Muhaimin.
“Muhammadiyah kalau mau membangun di sini tanahnya saya kasih. Tinggal Muhammadiyah kirim orang saja untuk mengajar di Uganda,” ujar Prof Mu’ti menirukan ucapan dia.
Pernyataan ini semakin menguatkan Prof Mu’ti percaya, telah beredar anggapan Muhammadiyah organisasi yang kaya di mata internasional. “Karena kita memang banyak membantu secara finansial ke beberapa negara,” tambah Prof Mu’ti.
Aksi Nyata
Di Myanmar misalnya. “Kita bangun dua sekolah untuk pengungsi Rohingya, walaupun kita pakai namanya AKIM: Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar,” jelasnya.
Kemudian di Lebanon, Beirut, Muhammadiyah membeli dua rumah untuk anak-anak Palestina. “Rumah itu kita beli. Di situ ada pengungsi Palestina belajar di Madrasah Muhammadiyah,” ujarnya.
Baru saja, Muhammadiyah diminta ikut membantu pembelian masjid di London. PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) London menghubunginya dan menceritakan, “Sudah terhimpun dana Rp 34 miliar, kurang Rp 5 miliar untuk menggenapi Rp 39 miliar.”
Ketika ditanya Muhammadiyah ikut iuran beli berapa, Prof Mu’ti merespon, “Kawan sebelah menyumbang berapa? Muhammadiyah sedikit di atas kawan sebelah. Tidak boleh sama.”
Baca sambungan di halaman 3: Syiar