Syiar
Prof Mu’ti pun teringat pada salah satu alumnus UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) yang kebetulan memandu dia dan keluarganya ketika berwisata di Thailand. Sang pemandu itu bercerita, kini di Thailand Selatan sudah ada Ikatan Alumnus Muhammadiyah.
“Bahkan ketika dulu kita awalnya memberi beasiswa kepada 2.250 mahasiswa Thailand Selatan, belakangan banyak di antara mereka yang sudah biaya sendiri kuliah di Muhammadiyah. Karena tahu kuliah di Muhammadiyah itu bagus,” ungkap Prof Mu’ti.
Itulah sebagian aksi nyata Muhammadiyah yang Prof Mu’ti contohkan. Meski sejauh ini, aksi nyata itu kurang Muhammadiyah ceritakan. Sebab, menurut dugaannya, orang Muhammadiyah takut dianggap riya’.
“Nggak apa Mas Mu’ti, itu kan riya’ul khasanah,” komentar salah satu temannya.
Tapi Prof Mu’ti kurang sepakat dengan istilah riya’ul khasanah. Menurutnya lebih tepat menggunakan istilah syiar untuk menggambarkan upaya ini.
Siap Cerahkan Semesta
Sebenarnya, dalam dinamika global, Muhammadiyah banyak terlibat di berbagai forum perdamaian dunia. Di masa Din Syamsuddin, Muhammadiyah rutin dua tahun sekali menyelenggarakan World Peace Forum. Begitupula dengan Pak Haedar yang juga aktif ke luar negeri.
Pak Syafiq apalagi sebagai utusan presiden, ke luar negeri terus. Itu sangat terkenal di luar negeri.
Bahkan sekarang kalau ke luar negeri, pasti ada yang bertanya, “Kaifa Lukman Harun?” Itu menunjukkan almarhum Lukman Harun masih terkenal di forum internasional.
“Yang sekarang ini agak terkenal, memang nomor satu Pak Din, kemudian Pak Rizal Sukma, di bawahnya itu ya ada Abdul Mu’ti lah masih agak terkenal sedikit-sedikit,” imbuhnya membuat peserta gerr-gerran.
Akhirnya, Prof Mu’ti menyimpulkan, Muktamar Ke-48 Muhammadiyah mengambil tema ‘Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta’ berarti Muhammadiyah ingin aktivisnya lebih hadir di forum-forum internasional.
Untuk tema itu, Prof Mu’ti menegaskan, sebenarnya Muhammadiyah sudah siap, hanya kurang percaya diri untuk go international. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni