Orang Muhammadiyah Boleh Dzikir
Prof Mu’ti menilai, Muhammadiyah sekarang sudah tidak punya media dakwah online yang kuat, juga tidak mau berdakwah offline, termasuk untuk berdzikir. “Siapa bilang dzikir nggakboleh?” tanya dia retorik.
Dia menegaskan, dzikir yang utama itu al-Quran. “Al-Quran disebut sebagai adz-dzikr. Artinya, supaya kita senantiasa diingatkan dengan al-Quran,” terangnya.
Dan supaya dzikirnya tidak mengarang, Prof Mu’ti mengimbau, dzikirnya dengan membaca al-Quran. “Kalau al-Quran kan sudah jelas shahih karena itu wahyu Allah,” imbuhnya.
Belum Tentu Pintar Mengaji
Dia meluruskan, jangan dikira semua aktivis Muhammadiyah pintar mengaji. Ini bisa dicek ketika mengimami shalat atau pembaca tilawah al-Quran ketika pengajian. Apakah orangnya sama terus.
Menurutnya itu karena dua kemungkinan. Pertama, karena memang orang itu yang paling baik bacaan al-Qurannya. Kedua, karena memang orang itu satu-satunya yang bisa mengaji dengan baik. “Mohon maaf ini otokritik juga,” imbuhnya.
Selain itu, di Muhammadiyah menurutnya cenderung berdakwah offline karena memang ada jalurnya, punya masjid untuk berdakwah. “Yang repot sebagian kita ini dakwahnya on-off,” candanya.
Katanya pengajian rutin, ternyata ketika sudah datang pesertanya, pembicaranya tidak ada. Giliran tidak datang, pengajiannya ‘on’. “Rutinitas itu juga penting!” tutur Prof Mu’ti. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni