Siapa Presidennya?
Dengan nada dan ekspresi khasnya, Prof Mu’ti mengatakan, “Tapi masalahnya, 2024 itu ada pemilu apa tidak?” Tawa peserta kembali pecah dan menggema di lantai 13 at-Tauhid Tower Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Belum selesai, Prof Mu’ti melanjutkan, “Kemudian yang menjadi presiden siapa? Kalau 2024 itu presidennya Pak Din Syamsuddin, saya yakin, (saya) tidur pun disuruh (jadi) menteri sama Pak Din.”
Paling tidak, menurutnya itu karena Prof Din Syamsuddin pernah menjadi ketua umum, sedangkan dia sekretarisnya. “Sudah tahu kinerja saya. ‘Kamu Mensesneg, Mu’ti!’. Saya kira oke, lah!” ucapnya.
Kemudian dia meralat, walaupun misal Prof Din yang memberi amanat menjadi menteri itu, dia mengaku tidak mau karena tahu betapa susah pekerjaannya. “Harus nempel presiden, nempel istri malah kadang-kadang kurang,” imbuhnya.
Menteri Urusan Wanita
Kalau dia boleh memilih, dia menyatakan, “Mending saya jadi Menteri Urusan Wanita. Itu paling aman.”
Hanya saja, dia menyadari menteri itu belum pernah ada. Dia menduga akan mendapat cap bias gender karena dirinya laki-laki. Sehingga dia sudah menyiapkan jawabannya, “Kalau Menteri Peranan Wanita harus wanita, itu namanya bias gender!”
Padahal, dia menyatakan, warga Aisyiyah boleh dan ada yang menjadi anggota majelis di Muhammadiyah. “Tapi nggak ada Muhammadiyah (jadi) majelis di Aisyiyah. Bias gender itu Aisyiyah he-he-he,” candanya lagi.
Mu’ti lantas mengajukan pertanyaan, “Tapi yang mau masuk di Aisyiyah siapa?” Tawa peserta menyambutnya.
Dia pun meminta maaf atas candaannya itu. “Mohon maaf ibu-ibu ya. Ini supaya nggak ngantuk, saya hanya bicara fakta,” ucapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni