Tujuh Fakta Mengapa Saluran Pencernaan Jadi Sehat saat Berpuasa; Liputan kontributor PWMU.CO Gresik Dina Hanif Mufidah.
PWMU.CO – Gastroenterologi Muhammad Miftahussurur dr MKes SpPD KGEH PhD memaparkan tentang puasa dan kesehatan saluran pencernaan Kajian Jelang Berbuka dalam rangkaian Kajian Ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim 1443 di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Ahad (3/4/2022).
Miftahussurur yang mendapatkan gelar doktoralnya di Oita University Yufu Jepang dan Post Doctoral di bidang Gastroeterology dari Baylor College Medicine, Texas, USA, ini mengawali pemaparannya dengan merefleksi tiga tujuan berpuasa.
“Kita memang mempunyai banyak tujuan berpuasa. Ada yang bertujuan menurunkan berat badan. Ada yang untuk persiapan melakukan tes kesehatan. Atau ada yang pada konteks ibadah,” ungkap Pembantu Rektor IV Universitas Airlangga periode 2020-2025 itu.
Apapun tujuannya menurut Miftahussurur berpuasa akan berdampak pada kondisi fisiologis organ saluran pencernaan manusia yang mengerjakannya.
Kondisi Fisiologis Saluran Pencernaan
Selanjutnya dia memaparkan kondisi fisiologis organ saluran pencernaan manusia pada kondisi sedang berpuasa. Saluran pencernaan yang dimaksud meliputi mulut, hati, empedu, lambung, pankreas, usus halus, dan usus besar.
Kelenjar ludah misalnya, kata Miftahussurur, akan tetap memproduksi air liur meskipun tidak ada asupan selama 10 jam. Selama kita melakukan aktivitas yang normal, tidak berlebihan, maka masalah nafas yang tidak segar karena mulut yang kering tidak akan terjadi.
Yang kedua liver atau hati kita akan melakukan pemecahan glikogen (simpanan glukosa) menjadi energi untuk kebutuhan kegiatan saat kita berpuasa.
Ketia menunjukkan slide bergambar liver (hati) di amengatakan, “Kita lihat orang yang demonstrasi (demo mogok makan) berhari-hari tidak makan. Selama dia minum tidak akan mati. Kenapa? Kita mempunyai ‘bulog’, yaitu liver yang melakukan pemecahan simpanan gula di dalam liver untuk dipakai menjadi energi.”
Selanjutnya kata Miftahussurur, kondisi fisiologis empedu saat orang berpuasa akan menghasilkan cairan empedu yang pekat untuk membantu pemecahan lemak.
Sementara lambung yang meneriman jumlah asupan makanan yang sedikit saat puasa, akan membuatnya menurunkan produksi asam lambung untuk mencegah pengikisan dinding lambung.
“Lambung ini jika diendoskopi satu kali kira-kira di Rp 12 juta biayanya. Organ tubuh kita yang membutuhkan maintenance (perawatan) yang mahal kalau sakit,” ujarnya.
Yang luar biasa, sambungnya, lambung ini punya sistem otomasi. Ketika makanan kita masuk mulut—bahkan ketika kita melihat makanan saja—tubuh sudah bisa memerintahkan sensor yang ada di lambung untuk meningkatkan asam lambung.
“Kalau kita berpuasa otomatis asam lambung menurun,” jelas salah satu dari 100 tokoh terbaik bidang kesehatan di Indonesia, yang masuk 16 besar.
Sedangkan kerja pankreas untuk menghasilkan hormon insulin dan menurunkan gula darah berhenti sejenak. Dia digantikan oleh hormon glukagon yang bertugas memecah glikogen (simpanan glukosa pada hati) untuk meningkatkan gula darah.
“Pankreas ini berada di belakang lambung, dia ‘sakti’ sekali. Bertugas mengeluarkan hormon insulin yang kadarnya disesuaikan sesuai kondisi gula darah. Dialah yang menjaga ritme gula kita dalam tahap yang normal. Hingga saat ini manusia belum bisa meniru teknologi otomasi pankreas,” jelas Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang, Taman, Sidoarjo ini.
Dia lalu menjelaskan tentang kondisi usus halus. Pada saat kita puasa, ia menghentikan sejenak pergerakan untuk menyerap sari-sari makanan. Hanya akan bergerak setiap empat jam sekali. Sementara pada usus besar terjadi penyerapan cairan secara maksimal untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mencegah tubuh kekurangan cairan.
Baca sambungan di halaman 2: Puasa Menyehatkan Saluran Pencernakan