Bekal Warga Muhammadiyah Hadapi Era Disrupsi Menurut UAH. Laporan Nely Izzatul. Kontributor PWMU.CO Yogyakarta.
PWMU.CO – Era disrupsi telah disinggung Allah dalam Al-Quran dengan memberikan gambaran karakteristik manusia yang berpotensi mengolah pengetahuan sehingga melahirkan banyak ragam inovasi baru.
Hal itu disampaikan Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam Pengajian Ramadhan 1443 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berlangsung Rabu, (6/3/2022).
Menurut UAH, Allah telah memberikan gambaran era disrupsi atau yang kita sebut era kekinian dengan berbagai potensi positif, sampai potensi negatif.
“Nabi bertugas sebagai nabi dan rasul memberikan isyarat penjelas dari Al-Quran tentang era disrupsi itu. Bahkan Nabi juga menjelaskan bahwa kiamat itu akan terjadi diawali dengan tanda-tanda kecil,” terangnya.
Pembuka zaman yang menunjukkan kiamat semakin dekat menurut UAH ditandai dengan ilmu-ilmu otoritatif semakin berkurang. Paka-pakar di bidangnya yang memiliki keilmuan otoritatif itu sudah mulai berkurang atau wafat.
“Di kita contohnya pakar tafsir Buya Yunahar Ilyas. Beliau telah meninggalkan kita dan banyak pakar keilmuan sekarang yang sudah mulai hilang. Ada pakar tafsir, hadits, fiqih, perbandingan madzhab dan lain-lain, itu sudah mulai kita rasakan,” kata UAH.
Sedikit Ulama, Banyak Penceramah
Alumnus Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut ini juga menjelaskan, tanda semakin dekatnya kiamat adalah muncul penceramah yang banyak, tapi ulamanya sedikit.
“Peminta-mintanya banyak tapi yang menyerahkan sedikit. Sekarang kan kita rasakan penceramah banyak namun ulama hanya sedikit. bahkan Quran juga kasih isyarat bahwa ada di antara manusia yang kalian dapati kata-kata atau retorika nya begitu cantik, menarik, tapi isinya racun bagi agama,” ujarnya.
Ini dijelaskan Allah dalam QS Al-Baqarah 204-207 yakni akan ada orang yang tutur katanya bagus, tapi racun semua. Isinya merusak dan bertentangan dengan Al-Quran.
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari muka kalian), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya
“Bahkan ini dikonfirmasi Al-Quran jelas sekali kalimatnya, nanti akan ada masanya, kamu mendengar, ada orang-orang yang ketika dia berbicara, secara langsung frontal dia ia menentang isi Quran. Walaupun pembicaraannya dia mengatakan muslim, hafal Quran, tapi kalimat yang disampaikan bertentangan dengan Al-Quran,” papar UAH.
Waspada terhadap Penentangan Al-Quran
Ustadz kelahiran 11 September 1984 ini menuturkan, orang seperti ini tidak boleh direspon. Jika mereka semakin diberi panggung, diberikan ruang seminar, ruang presentasi, bukunya dibaca, itu akan semakin memberikan pengaruh.
“Jangan ikuti mereka, karena resikonya boleh jadi nanti akan bergabung sepemikiran dengan mereka. Kata nabi, tinggalkan dan waspadalah kamu terhadap mereka serta terhadap dirimu sendiri,” tandas UAH.
Sisi negatif kedua, kata UAH adalah banyak kekacauan, banyak fitnah. Dan itu menjadikan orang mukmin teruji untuk menunjukkan kualitas keimanan terhadap Allah SWT.
“Kalau kata Al-Quran, fitnah itu bisa pada harta, pasangan, dan anak-anak. Bisa jadi kita akan dapati orang-orang di masa tertentu akan berebut harta dengan cara yang tidak baik. Anak menuntut kemewahan, istri menuntut tampil lebih baik dan sebagainya,” jelas pendiri Akhyar TV ini.
Bekal Warga Muhammadiyah Hadapi Disrupsi
Dalam menghadapi era disrupsi, UAH pun memberikan pesan bagaimana bekal warga persyarikatan dalam bersikap, dan bagaimana mempertahankan perilaku islami dalam mengahadapi era disruptif dengan munculnya hal-hal negatif.
“Perkembangan digital itu legal, inovasi itu legal, itu sesuatu yang lumrah. Tapi kemudian bagaimana kita warga persyarikatan Muhammadiyah mengahadapi perkembangan ini sehingga tidak terjebak dalam ruang-ruang distruptif, tapi justru memenuhi ruang-ruang yang mencerahkan seperti yang kita inginkan berdasarkan pertunjukan Allah dan tuntutan nabi?” tanyanya.
Menurutnya, kalau kita kembalikan pada pendekatan Al-Quran dan hadist nabi SAW dalam tinjauan dakwah, maka ada dua hal utama, yang pertama konsep dasar berupa perkembangan ilmu pengetahuan yang diberikan Allah kepada manusia agar mengembangkan potensi diri sebagai khalifah.
“Ketika Allah sampaikan di QS Al-Baqarah, yakni mengajarkan kepada Adam, bahwa ilmu itu tingkat tertinggi disebut dengan hikmah. Karena hikmah itu bukan sekedar akumulasi ilmu pengetahuan, tetapi juga aspek-aspek implementasi yang ada di dalamnya. Dan ketika Allah mengajarkan kepada nabi selain membekali dengan Al-Quran, kita, juga hikmah,” ucapnya.
Bekal Hikmah dan Dakwah
Kalau kita ingin eksis hidup di zaman disruptif ini, tidak hanya menjadi follower tapi juga menjadi pelaku, maka menurut UAH, kita perlu merujuk ke Al-Baqarah ayat 269.
Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat
Kalau kita terapkan Al-Baqarah 269 ini, lalu kita padukan dengan QS Luqman ayat 12 sampai 13, kemudian dikonfirmasi dengan perilaku, maka muncullah prilaku islam di era disrupsi.
“Kata Al-Quran, di manapun kita eksis, ada ruang dakwah yang melekat dalam diri kita. Dan dakwah itu kan cerminan perilaku. Sebenarnya kita ini agen dakwah semua. Bagaimana kita bersikap dengan akhlak, supaya orang kenal dengan Islam,” tuturnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni