PWMU.CO – Hari Ahad, 8 Januari 2017, merupakan momentum istimewa bagi Rendy. Disaksikan oleh sekitar seribu jamaah Pengajian Ahad Pagi, di halaman Masjid Ummul Mu’minin Surabaya, pria kelahiran Surabaya, 15 Agustus 1990 tersebut berikrar masuk Islam.
“Sudah lama, saya berkeinginan untuk pindah agama. Tapi baru terlaksana sekarang,” tutur lelaki bernama lengkap Agustinus Rendyanto itu usai mengucapkan dua kalimat syahadat, yang dibimbing Ustadz Menachim Ali.
(Baca: Kisah Calon Pendeta Maria Sugiyarti yang Akhirnya Dapat Hidayah Masuk Islam)
Sejak kecil, Rendy mengikuti agama kedua orangtuanya, yaitu Paulus Suryadi dan Endang Herminiati Widyaningsih, yang memang beragama Katolik. Ayahnya berasal dari Madura, tepatnya keturunan Madura-China. Sedangkan ibunya, dari Mojokerto.
Rendy mengakui, dirinya bukanlah pemeluk Katolik yang fanatik. Apalagi menjadi aktivis gereja. Ia layaknya penganut agama yang awam, tidak mengamalkan ajaran agama yang ia peluk selain hanya ikut-ikutan.
Untuk ukuran anak pada umumnya, Rendy kecil boleh dibilang kurang beruntung. Ia tidak sempat merasakan kasih sayang yang sempurna dari kedua orangtua kandungnya. “Ketika saya menginjak usia kelas III SD, orangtua cerai,” cerita Rendy mengenai masa kecilnya yang kelam.
(Baca juga: Tebus Dosa dengan Dirikan Masjid: Perjalanan Spiritual Haji Suparno, Pendiri Gereja yang Kembali Muslim)
Namun dirinya tidak menyesali keadaan. Justru mengambil pelajaran berharga di balik musibah yang dialaminya. “Hikmahnya, gara-gara orangtua cerai, saya diasuh oleh seorang ibu muslimah, bernama Lilis Siti Fatimah, yang mengantarkan saya menjadi muslim,” akunya penuh rasa syukur.
Maka dia tidak menampik jika dikatakan bahwa ada pengaruh orangtua asuh dalam hal konversi keimanannya. Namun proses menjadi mualaf disadari bukan karena terpaksa atau dipaksa oleh siapa pun.
(Baca juga: Kisah Islamnya Firanda dan Bimbingan Ibu-Ibu Aisyiyah)
Seperti acap terjadi di tengah masyarakat, seseorang pindah agama lantaran untuk memenuhi persyaratan untuk menikah dan lain sebagainya. Tapi hal itu tidak terjadi pada Rendy. Ia masuk Islam karena kesadaran sendiri yang tertarik pada kehebatan ajaran Islam yang diketahuinya.
“Saya tertarik pada Islam, karena menurut saya ajaran Islam sangat disiplin, berbeda dengan agama lain,” ujar lulusan SMA Stanis Laus ini memberi alasan. Mahasiswa Institut Sains dan Teknologi Terapan Surabaya (ISTTS) tersebut mencontohkan tentang ajaran shalat lima waktu.
(Baca juga: Kisah Pak AR Ajari Mahasiswa Cara Hadapi Kristenisasi dengan Jurus Cerdas)
“Seperti shalat lima waktu. Dalam sehari semalam, orang tidak dibiarkan lupa, tapi selalu dimbimbing untuk ingat pada Tuhannya,” tuturnya. “Kalau ada masalah, dengan shalat selalu ada solusi,” kata dia belajar dari pengalaman ibu asuhnya.
Setelah resmi menjadi seorang Muslim, dia berjanji pada dirinya untuk terus belajar tentang Islam dan mengamalkannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan sebelum resmi ikrar masuk Islam, ia sudah belajar membaca Alquran, dan menghafalkan ayat-ayat pendek termasuk belajar shalat.
(Baca juga: Cerita Sekolah Muhammadiyah di Daerah Non-Muslim)
Ketika diingatkan bahwa para mualaf biasanya akan menghadapi ujian keimanan yang tidak ringan, baik dari lingkungan keluarga maupun pergaulannya, dia mengaku sudah siap menghadapinya. “Apa pun tantangannya, akan saya hadapi,” tandasnya penuh semangat. (nadjib hamid).