Rasulullah Menangis
Rasulullah menangis karena sangat cintanya kepada umatnya. Beliau tidak ingin melihat umat ini menderita khususnya di akhirat kelak. Pembelaan beliau kepada umat ini sangat luar biasa kepada Allah. Sehingga beliau sangat khawatir terhadap nasib umatnya. Sebagaimana yang tergambar dalam hadits di atas. Berbeda dengan kita umat beliau ini, kebanyakan menangis karena persoalan urusan dunia. Rasulullah mengajarkan agar kita menangis itu dalam urusan akhirat.
Seketika setelah membaca ayat Allah dalam surah Ibrahim dan surah al-Maidah di atas, beliau berdoa kepada Allah. Doa beliau tidak lain adalah tentang kekhawatiran beliau yang sangat mendalam terhadap nasib umatnya. Cinta beliau kepada umatnya ini tak terbatas, karena begitu besarnya.
Sudah selayaknya kita selalu membaca shalawat untuk beliau dan keluarganya, untuk membalas cintanya yang tak bertepi. Walaupun balasan itu sangat tidak sepadan dengan apa yang beliau dan keluarga beliau perjuangkan demi umat ini.
Bacaan shalawat yang kita baca untuk beliau akan tersampaikan kepada beliau. Dan hal itu yang menjadikan beliau kenal kita sebagai umatnya. Allah secara langsung yang menginstruksikan umat ini untuk membaca shalawat untuk beliau.
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا ٥٦
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (al-Ahzab: 56)
Tentu tidak cukup dengan hanya membaca shalawat, yang lebih utama (afdhal) dan sebagai upaya sinergi dengan perjuangan Nabi adalah dengan mentaati ajarannya dengan sekuat tenaga dengan meneladani beliau dalam etika atau akhlak yang sangat agung.
Sebagaimana dalam hadits yang lain Rasulullah mengajarkan supaya beliau ditolong oleh umat ini dengan memperbanyak sujud. Sujud dalam pengertian yang luas adalah selalu berusaha menghidupkan sunnah Nabi dengan optimal.
Ijazah Amal dan Pilihan Lainnya
Banyak sekali pelajaran atau nasihat dan juga ijazah amal yang disampaikan kepada para sahabat dan juga secara umum untuk umat Islam. Semuanya itu mengandung kemudahan-kemudahan bagi umat ini untuk mendapatkan fasilitas istimewa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka sungguh suatu bentuk kesombongan jika umat ini tidak mempedulikan terhadap apa yang Nabi sampaikan.
Bahkan kadang yang terjadi pada umat ini mereka mencari solusi lain dari apa yang Nabi ajarkan. Dengan berbagai macam alasan dan argumentasi sehingga berkeyakinan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah lebih baik. Begitulah setan menghiasi perbuatan manusia itu seolah menjadi amalan yang baik baginya.
قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا ١٠٣ ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (al-Kahfi: 103-104)
Rasulullah memberikan jaminan bahwa semua umatnya akan dimasukkan surga kecuali yang memang enggan atau tidak mau. Keenganan ini merupakan suatu yang sangat mengherankan. Tetapi itulah yang terjadi pada umat ini, kemudahan-kemudahan yang diberikan malah tidak dijalankan justru mencari sesuatu yang lebih menyulitkannya.
فعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى… قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ : مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى . رواه البخاري في كتاب الاعتصام بالكتاب والسنة ، باب الاقتداء بسنن رسول الله صلى الله عليه وسلم
Dari Sahabat Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda: “Semua ummatku akan masuk ke dalam surga kecuali yang abaa”, para sahabat bertanya: “Siapa yang abaa ya Rasulallah?” Rasul menjawab: “Barang siapa yang mentaatiku maka ia masuk surga, dan barang siapa yang mendurhakaiku berarti dialah yang abaa”. (HR Bukhari) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post