PWMU.CO – Khutbah Idul Fitri: Ramadhan untuk Putus Cinta Buta Dunia, Oleh Abdul Kholid Achmad; Dosen Fakultas Agama Isllam Universitas Muhammadiyah Gresik
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ هَذَا الْيَوْمَ عِيْدًا لِعِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَخَتَمَ بِهِ شَهْرَ الصِّيَامِ لِلْمُخْلِصِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الملك الحق المبين. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اشرف الانبياء والمرسلين. اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. فَيَاعِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ .قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً. اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, Tuhan pencipta alam semesta. Pemilik kuasa atas dunia dan isinya. Raja hari akhir. Penyingkap rahasia-rahasia, dan penyibak selubung tirai-tirai. Dialah Allah, Yang Mahaabadi, Yang Mahaawal, Yang Mahaakhir.
Salawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan pembawa kabar gembira. Penerang jalan bagi manusia. Cahaya segala cahaya. Pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Kekasih Sang Pencipta. Dan pemberi syafaat di hari pembalasan. Demikian pula semoga rahmat terlimpahkan kepada keluarga dan para sahabat.
Allahu akbar Allahu akbar laa ilaaha illaalaahu allaahu akbar wa lillahilhamdu.
Ucapan alhamdulillah sebagai tanda syukur ke hadirat Allah SWT yang sampai detik ini masih berkenan memberikan kesempatan kepada kita hingga dapat bertemu dengan Hari Kemangan yakni Idul Fitri 1443.
Juga bisa secara bersama-sama berkumpul di pagi yang cerah ini untuk bertahlil, bertahmid, bertakbir, berdzikir untuk mengagungkan kebesaran Allah SWT, setelah selama satu bulan dimampukan oleh-Nya untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan kegiatan ibadah di dalamnya. Semoga setiap rangkain ibadah yang kita jalani dengan keimanan dan ketakwaan sehingga kita termasuk orang-orang yang muttakin.
Aturan syukur kepada Allah SWT juga atas segala nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua baik dalam bentuk materil maupun non-materil, sehingga kita dapat meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada-Nya. Sebab hanya orang yang beriman dan bertakwa yang senantiasa berusaha dalam menjalani kehidupan ini penuh kehati-hatian dan bersungguh-sungguh agar terhindar dari perbuatan yang tidak bermakna yang merugikan diri sendiri.
Semoga dengan syukur kita kepada-Nya, Allah menambahkan nikmat kepada kita semua sebagaimana firman-Nya dalam Ibrahim ayat ke 7
. وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
“Dan apabila kalian bersyukur niscaya akan aku tambah nikmat itu, dan apabila kalian mengkufurinya, sesungguhnya adzab.Ku sangat pedih” (Ibrahim: 7)
Nikmat iman yang dihidayahkan Allah SWT dalam hati kita, bukanlah nikmat yang sederhana, jika kita renungkan, bukankah begitu banyak manusia di luar sana yang tidak mendapatkan nikmat iman tersebut.
Meskipun dengan kekayaan yang dimiliki hatinya tidak tenang. Meskipun dengan tubuh yang kekar nan sehat namun tidak dapat menikmati kesehatannya. Meskipun dengan jumlah perusahaan dan anak buah yang banyak nan besar namun hatinya tidak memiliki ketenangan. Bahkan tidak sedikit dari mereka-mereka masuk dalam perangkap dunia yang fana yakni kerusakan, baik kerusakan akal maupun kerusakan hati, dan bukankah banyak diluaran sana yang memiliki tahta (jabatan social) yang diraihnya dengan tidak berlandaskan keimanan terjerembab dalam lubang kenistaan. .Naudzubillah min dzalik.
Nikmat iman memberikan kemuliaan, keuntungan, bahkan kemenangan bagi pemilik hati. Bukankah kita mengetahui bahkan menghafalkan fFirman Allah SWT dalam Surat al-Asr, adalah mereka-mereka yang mendapatkan kerugian yang disebabkan ketidakimanan mereka.
وَٱلۡعَصۡرِ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-Ashr 1-3)”
Hadiri Jamaah shalat idul Fitri rahimakumullah
Hasil dari kerja keras dari pekerjaan umat manusia tidaklah sama, ada yang sedikit, ada yang banyak bahkan ada yang melimpah, tergantung pada kesungguhan dan profesinya masing-masing dan juga tergantung bagaimana keputusan Allah Sang Maha Pemberi Rejeki kepada yang bersangkutan.
Namun yakinlah para jama’ah, bahwa seberapapun hasilnya akan sangat menggembirakan bagi pelakunya seraya mendapatkan keberuntungan yang sangat besar dihadapan Allah apabila dilandasai dengan keimanan, melaksanakan amal salih, serta saling menolong dalam kebaikan dan bersabar (al-Ashr : 3).
Tentu keimanan yang dimaksud bukan sembarang iman, tetapi tingkat keimanan pada diri seorang yang mampu dimanifestasikan dalam olah rasa, olah pikir, dan olah gerak ketika menjalani kehidupan sehari-harinya, mereka inilah yang tidak akan merugi, bahkan sebaliknya, yakni akan mendapatkan keberuntungan yang sesungguhnya.
Aktualisasi keimanan di dalam kehidupan sehari-hari ini meyakini bahwa bekerja keras merupakan wujud dari buah iman. Atsar yang dinisbatkan pada Abdillah bin Amr bin Ash dalam kitab Imam Suyuthi al-Jami as-Saghir menyebutkan.
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً
Bekerjalah untuk duniamu seolah engkau hidup selamanya, dan bekerjalah (beribadah) untuk akhiratmu seolah engkau akan mati esok hari.
Berkaitan dengan mencari nafkah Allah SWT berfirman dalam al-Qashas 77)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Dari hadits dan firman Allah di atas, mencari nafkah adalah menjadi keharusan bagi manusia untuk menjalankan kelangsungan hidupanya. Bahkan menjadi wajib apabila dalam rangka menjaga diri (hifdzu nafs) menjaga keturunan (hifdzu nasl) dan juga (hifdzu ad-diin) menjaga agama.
Dengan hasil bekerjanya orang akan dapat menjaga dirinya agar tetap dapat melangsungkan kehidupan dari harta yang dimiliki hasil bekerjanya. Dengan hasil bekerjanya orang akan dapat menjaga keturunannya dari lemahnya ekonomi, kesehatan dan juga pendidikan.
Dengan hasil bekerjanya orang akan dapat menjaga agamanya dengan menyisihkan sebagian hartanya untuk berjuang dijalan Allah melalui ibadah (zakat, infak, sedekah) yang dikelolah untuk tegaknya agama (liizati dinillah).
Namun apabila bekerja tidak dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, manusia yang dalam dirinya terdapat nafsu akan tergelincir pada kecintaan terhadap dunia (hawn) yang dengan sifat itu akan menjerumuskan menusia menjadi golongan yang hina bahkan lebih hina dari binatang melata (at-Tin:4) “tsumma rodadnahu asfala safilina”
Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Maka bekerja mencari nafkah tidak dibenarkan dengan cara-cara yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan bahkan semesta, apalagi dengan mengahambur-hamburkannya. Allah berfirman dalam al-A’rag 31:
وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Secara substansi ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan seluruh yang ada di langit dan bumi ini untuk dikelola manusia demi kelangsungan kehidupannya. Keberadaan umat manusia di bumi memiliki peran penting yakni memanfaatkan sumber daya alam yang telah disiapkan dengan cara bekerja namun tidak boleh berlebih-lebihan dan dholim (rakus, mengekploitasi, menumpuk harta, menimbun sehingga terjadi kelangkaan dll).
Dengan keimanan dan ketaqwaan yang tertanam dalam hati seorang mukmin sifat rakus, berlebih-lebihan dan bahkan ekploitasi menjadi tidak mungkin (mustahil) karena dalam agama Islam terdapat ibadah yang dapat mencegahnya. Yakni infak, zakat dan sedekah.
Dengan ibadah tersebut seseorang dapat mengola rasa empati terhadap sesamanya. Dengan olah rasa yang demikian dapat menjadi driven (pendorong) untuk olah gerak dari pikirnya agar manusia menjadi manusia yang sebenarnya karena telah menjalankan hablum minan naas atau hak antar sesama manusia.
Dengan kesadaran untuk berinfak, bersedekah dan zakat seorang mukmin mendapatkan latihan agar tidak memiliki rasa memiliki terhadap dunia yang meskipun secara nyata diupayakannya melalui bekerja. Dengan demikian manusia tersebut akan terhindar dari sifat (hawn) atau cinta dunia.
Dengan instrumen ibadah zakat, infak, dan sedekah sebenarnya manusia telah diperingatkan untuk sadar bahwa dunia (harta, tahta) tidaklah memberikan manfaat apabila tidak digunakan untuk berjuang di jalan Allah. Al-Baqarah 204 menyatakan secara jelas:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لاَّ بَيْعٌ فِيهِ وَلاَ خُلَّةٌ وَلاَ شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ -٢٥٤-
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir itulah orang yang zalim.”
Di bulan yang penuh berkah ini, kita secara tidak langsung telah mendapatkan pendidikan untuk keluar dari jeratan cinta dunia. Kutikulumnya berupa serangkaian aktivitas ibadah puasa dengan menahan lapar dan dahaga serta ibadah zakat fitrah. Mengeluarkan zakat fitrah dari sebagian kebutuhan pokok yang kita miliki agar semua Muslim yang ada di sekitar kita dapat pula merayakannya dalam keadaan tidak lapar.
Semoga aktivitas kita semua selama bulan puasa yang telah kita jalani dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT bukan untuk menggugurkan kewajiban semata. Karena apabila demikian sesungguhnya parameter Allah untuk menilai kita sebagai hamba-Nya bukanlah lapar dan dahaga kita semata melainkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya
Hadits dari Abu Huraerah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda;
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ اِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ (رواه مسلم)
“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa (jabatan) kamu dan juga harta benda (penghasilan) kamu, tetapi Dia melihat hati dan usaha (ihtiyar) yang kamu lakukan (HR Muslim)”
Hal tersebut ditegaskan dalam firman Allah dalam al-Hujurat ayat 13
“Inna akromakum indzallahi atqakum” sesugguhnya orang-orang yang dimuliakan Allah SWT dintara kalian adalah orang-orang yang bertaqwa”
Demikian khutbah ini disampaikan, di penghujung khutbah ini marilah kita menundukkan kepala kita untuk bermunajat kepada Allah SWT dengan berdoa agar kita semua benar-benar lulus dari pendidikan Ramadhan tahun ini dan dapat kita aktualisasikan pada keseharian kita yang selanjutnya dapat menceraikan kecintaan kita terhadap dunia.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَا بِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْضَى عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُوءْمِنِيْنَ وَالْمُوءْمِنَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ِانَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ ِاذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ِانَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَالْمُسلِمِين
وَجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَلَمِينَ
اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا… وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ, رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبّى اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Editor Mohammad Nurfatoni